PALANGKA RAYA, inikalteng.com – Bank Indonesia (BI) menyebutkan, pada 2023 mendatang memproyeksikan pertumbuhan perekonomian global akan melambat 2,6 persen, dibanding 2022 yang tercatat sebesar 3,0 persen. Hal itu terjadi, akibat masih berlangsungnya tensi geopolitik Rusia dan Ukraina, serta kebijakan moneter agresif yang mendorong ketidakpastian pasar keuangan global.
Kepala Perwakilan BI Kalteng Yura Djalins kepada awak media, di Sulthan Resto, Palangka Raya, Rabu (18/1/2023), menjelaskan, secara nasional, perekonomian Indonesia pada triwulan III 2022 tumbuh sebesar 6,74 persen (yoy). Kondisi tersebut menurun jika dibanding triwulan sebelumnya yang mengalami pertumbuhan sebesar 7,31 persen (yoy).
“Pertumbuhan nasional ini ditopang oleh sektor industri pengolahan, pertambangan, dan pertanian. Sementara konsumsi rumah tangga dan ekspor berkontribusi besar untuk pertumbuhan pada triwulan ini,” ujarnya.
Sedangkan secara regional, pertumbuhan ekonomi Kalimantan pada 2022 justru menunjukkan tren positif, di mana pada triwulan II pertumbuhan mencapai 4,25 persen (yoy), dan pada triwulan III meningkat menjadi 5,67 persen (yoy).
Sementara pertumbuhan ekonomi Kalteng sebesar 6,74 persen (yoy) pada triwulan II 2022, lebih tinggi di atas rata rata pertumbuhan ekonomi Kalimantan dan nasional. Pertumbuhan ekonomi Kalteng yang impresif pada triwulan itu, didukung sektor pertanian, pertambangan, dan industri pertambangan.
“Pertumbuhan Kalteng juga disokong kinerja ekspor yang kian membaik, khususnya sektor pertambangan yang kontribusinya pada total ekspor Kalteng (79 persen) pada 2022, atau meningkat dibandingkan pada 2021 (68 persen),” imbuhnya.
Yura memprediksi, perekonomian Kalteng akan melambat pada 2023, karena penurunan produktivitas TBS, CPO, bauksit, dan kondisi cuaca ekstrem. Selain itu produktivitas tandan buah segar (TBS) akan mengalami penurunan, sebagai dampak pemupukan yang lebih selektif akibat harga pupuk yang melonjak tinggi pada 2022.
Di samping itu, larangan ekspor bijih bauksit yang akan diberlakukan sejak Juni 2023, dapat memicu penurunan potensi produksi bauksit. Bahkan pada triwulan II 2023, diprakirakan terjadi el nino yang berpotensi mengakibatkan kekeringan pada area pertanian dan perkebunan. Sedangkan pergerakan masyarakat sudah kembali normal, seiring dengan dicabutnya kebijakan PPKM oleh Presiden RI Joko Widodo pada akhir 2022 lalu.
“Proyek multiyears di Kalteng masih berlanjut. Zero covid policy di Tiongkok telah berakhir, dan dapat mendorong pertumbuhan ekspor komoditas batu bara Kalteng,” ucapnya.
Di sisi lain, sambung Yura Djalins, secara nasional, inflasi 2022 berada pada level 5,51 persen (yoy), dengan komoditas penyumbang inflasi terbesar adalah bensin, bahan bakar rumah tangga, dan angkutan udara. Di Kalteng pada 2022, mengalami inflasi sebesar 6,32 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan 2021, yakni sebesar 3,32 persen (yoy). (ka/red2)
Komentar