Berinto Sebut Kebijakan Pemda Belum Sepenuhnya Memihak Kepada Kearifan Lokal

KUALA KAPUAS – Sejak Indonesia merdeka, sampai kini masih belum terlihat adanya tanda-tanda perlindungan terhadap hutan adat. Sehingga kebijakan pemerintah daerah yang tertuang dalam KUA PPAS APBD 2021 dinilai belum sepenuhnya memihak kepada kearifan lokal.

Anggota DPRD Kabupaten Kapuas Berinto menerangkan, bahwa memang benar kalau di Desa Tumbang Manyarung, Tumbang Tihis, Lawang Tamang, dan Tanjung Rendan sudah ada hutan desa. Namun itu berbeda dengan hutan adat.

“Hutan desa itu ya hutan desa, hutan adat ya hutan adat. Definisinya jelas berbeda, jangan disamakan,” kata Berinto di Kuala Kapuas, Selasa (17/11/2020).

Wakil rakyat dari Dapil Kapuas Ngaju ini mengaku kecewa melihat kebijakan Pemkab Kapuas, karena selama kurang lebih tujuh tahun terakhir ini tidak memperlihatkan komitmennya untuk melindungi, mengakui, dan menetapkan hutan adat sebagai kebijakan prioritas.

Baca Juga :  Pemkab Lamandau Tandatangani MoU dengan PT Korintiga Hutani

“Seharusnya Pemkab Kapuas mengusulkan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Gubernur Kalteng agar tanah adat di Kapuas dapat pengakuan penetapan tanah adat,” saran politisi Partai NasDem ini.

Menurut dia, bagaimana mau diakui negera dan pemerintah, jika program dari kepala daerah saja tidak ada untuk persoalan itu. Seharusnya ada program jemput bola untuk melakukan inventarisasi, verifikasi bahkan pengusulan penetapan tanah adat pada KUA PPAS 2021, namun faktanya tidak ada program tersebut di tahun 2021.

“Sepertinya sengaja tidak dijadikan program prioritas dan kebijakan seperti itu menguntungkan kelompok kapitalis. Coba bayangkan surat keterangan tanah adat yang dikeluarkan Damang menjadi tidak berdaya untuk mempertahan tanah adat apabila sudah berbenturan dengan izin usaha perkebunan sawit, HPH, dan tambang,” imbuhnya.

Baca Juga :  Pemandangan Umum Fraksi DPRD Kapuas Dijawab Sekda

Berinto juga kurang sependapat dengan statemen Plt Sekda Kapuas yang menyatakan menunggu pengajuan sebagai usulan aspirasi dari anggota dewan pada tahun anggaran 2022. Sedangkan pihaknya sebagai wakil rakyat menagih janji pada komitmen visi misi Ben – Nafiah saat Pilkada 2018.

“Kalau melihat kebijakan KUA PPAS 2021 seperti ini, maka sangat tidak berpihak kepada tanah leluhur. Ini bukan saya yang berhalusinasi, tapi Plt Sekda yang tidak bisa mem-breakdown visi misi Ben – Nafiah pada kebijakan yang tertuang di KUA PPAS 2021,” tegasnya.

Berinto yang merupakan warga lokal ini juga merasa seperti orang asing di tempat kelahiran sendiri jika melihat draf kebijakan KUA PPAS 2021 yang tidak mengacu kepada falsafah zaman dulu, yaitu “di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung”.

Baca Juga :  Pasca Penahanan Bupati Kapuas, Roda Pemerintahan Tetap Berjalan Lancar

Dia melihat selama ini Pemkab Kapuas selalu salah memahami apa yang disampaikan. Padahal pihaknya tidak punya maksud untuk memojokkan pemerintah daerah, tapi hanya sebatas tanggung jawab untuk menyampaikan aspirasi rakyat dari pedalaman Kapuas, agar hutan adat di pedalaman itu tidak hanya tinggal cerita sebagai hutan adat tempat berburu, dan lain sebagainya.

“Coba sekarang Pemkab Kapuas buka mata, lihat hutan yang ada di Kapuas Hulu yang sekarang sudah dikuasai kelompok kapitalis (HPH, tambang dan sawit). Sudah mulai ada tanda-tandanya, gundul sudah hutan di Kapuas Ngaju. Pertanyaan sekarang adakah hutan adat di wilayah Kapuas Ngaju yang sudah ditetapkan menjadi hutan adat ini yang saya perjuangkan. Kemudian, salahkah saya memperjuangkan tanah leluhur saya supaya negara dan pemerintah mengakuinya,” tandas Berinto.(hy/red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

BACA JUGA