TAMIANG LAYANG, inikalteng.com – Lokasi penambangan galian C di Desa Saing RT 1, Kecamatan Dusun Tengah, Kabupaten Barito Timur (Bartim) yang diduga ilegal alias tidak memiliki perizinan, hingga kini terus beroperasi. Tak sembarang orang diperbolehkan masuk ke kawasan tersebut, yang bahkan dijaga oleh sejumlah preman.
Pantauan di lapangan saat hendak memasuki jalan masuk tambang galian C itu, terlihat ada tiga orang pria yang menjaga di bagian depan persimpangan keluar masuk truk. Selain itu, juga ada tiga orang lainnya berjaga-jaga di bagian dalam.
“Saat masuk beberapa meter, saya didatangi seorang pria menanyakan identitas, sambil membawa cangkul dan sebilah parang,” ucap Eko, yang juga Ketua PWI Bartim di Tamiang Layang, Sabtu (8/4/2023).

Pria tersebut juga dengan nada tinggi berucap bahwa wartawan tak boleh masuk, serta meminta segera keluar dari lokasi jalan menuju area tambang galian C tersebut. “Tak lama kemudian, ada yang datang menggunakan trail dan dengan nada tinggi meminta siapa saja tak boleh masuk,” tutur Eko.
Diungkapkan Eko, bahwa dirinya bersama teman-teman anggota PWI Bartim lainnya memang melakukan investigasi pada Jumat (7/4/2023), terkait adanya tambang galian C diduga ilegal. Investigasi itu untuk menindaklanjuti informasi dari masyarakat Desa Saing yang merasa terganggu. Selain itu, maraknya keluar masuk truk angkutan mengakibatkan debu-debu tebal hingga banyak warga yang terkena penyakit infeksi saluran pernapasan atas (ispa).
Warga yang terdampak aktivitas tambang galian C tersebut mengaku pernah didatangi oleh pelaku penambangan, dan diminta untuk tidak melaporkan aktivitas mereka. Warga tersebut diberi uang kompensasi setiap minggu sebesar Rp200.000.
Dari keterangan warga setempat, tambang galian C diduga ilegal itu dikelola oleh empat orang yakni Yosep, H Unut, Apitman, dan Frangky. Sepengetahuan warga, sudah ribuan rit angkutan tanah galian C dari kawasan itu diantar ke perusahaan di Desa Patas, Kecamatan Gunung Bintang Awai, Kabupaten Barito Selatan (Barsel). Diduga perusahaan tersebut adalah PT Palopo Indah Raya.
Yosep yang dihubungi melalui panggilan WhatsApp mengatakan, dirinya sempat bekerja di sana beberapa pekan dengan istilah upah cangkul. Upah cangkul dimaksud yakni menyewakan dua unit alat berat excavator sejenis PC 200 dengan perhitungan komisi per kubik. “Saya sudah tidak kerja lagi pak, mereka saja yang masih kerja karena kemarin ada teguran. Yang di dalam (kerja) Pak Frengky,” kata Yosep.
Dari hasil penelusuran, Frengky bekerja sesuai permintaan H Unut untuk memback up seorang pria berinisial R yang memiliki kontrak kerja dengan perusahaan di Patas.
Beberapa hari kemudian, Eko mengaku dipanggil oleh seorang oknum wartawan ke sebuah warung makan. Di tempat itu, ia meminta Eko untuk tidak mengekspose atau memberitakan adanya tambang galian C tersebut dan juga jangan difoto. (ae/red1)