SAMPIT, inikalteng.com – Sejumlah sopir, kontraktor dan pengusaha galian C di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) mengeluhkan adanya operasi penertiban galian C di daerah setempat. Mereka kemudian beramai-ramai menyambangi Kantor DPRD Kotim untuk menyampaikan aspirasinya.
Pihak DPRD Kotim pun langsung menggelar rapat dengar pendapat (RDP) bersama dengan untur Polres Kotim, Kejaksaan Negeri Kotim, Kodim 1015 Sampit, dan pihak terkait lainnya. Dalam RDP ini, para sopir truk, kontraktor dan pengusaha galian C, menyampaikan keluhan akibat terhentinya semua aktivitas galian C yang berujung hilangnya pekerjaan mereka.
Penertiban terhadap galian C ini sendiri merupakan operasi rutin yang digelar oleh aparat kepolisian setempat. Mereka yang tidak mengsntongi izin sebagaimana ketentuan pertambangan, maka harus menghentikan aktivitasnya. Dampak tersebut berimbas kepada para sopir truk yang sehari-hari mengangkut galian C. Dampak itu juga dirasakan mereka yang bekerja di pekerjaan fisik termasuk proyek pemerintah daerah yang terancam mangkrak (terbengkalai).
“Sampai hari ini ada pekerjaan pemerintah daerah yang dilaksanakan oleh rekanan tidak bisa berjalan. Mereka terancam kena denda, padahal hanya kurang 5 rit saja timbunannya. Sementara SOPD tidak bisa menerima pekerjaan itu,” kata Muhammad Arsyad, salah seorang juru bicara dari Gapensi, Rabu (24/11/2021).
Kondisi demikian, kata Arsyad, berdampak sistemik. Tidak hanya kepada proyek pemerintah, tetapi juga kepada kehidupan ekonomi masyarakat seperti sopir, buruh bangunan serta pihak pengembang lainnya.
Arsyad menekankan dalam forum RDP yang dilaksanakan DPRD Kotim itu, bisa membuahkan hasil dan memberikan kepastian hukum kepada para sopir dan pemilik galian C untuk bisa beraktivitas lagi.
Sementara itu, pengusaha galian C, Umban menyebutkan, dirinya siap membantu persoalan itu. Apalagi saat ini dia sedang membuka lahan seluas 30 hektare untuk kolam pemancingan dan pembibitan ikan. Kolam itu tentu harus digali dan tanahnya bisa dimanfaatkan. Namun, dia pernah mengalami pengalaman buruk lantaran penggalian itu, operator alat beratnya dijemput polisi lantaran melakukan aktivitas yang dianggap illegal.
”Kami berharap agar ada keputusan, supaya kami bisa bekerja lagi baik itu dari polisi dan jaksa. Saya juga sudah mengurus izin dan biayanya sudah ratusan juta rupiah, namun izinnya tidak kunjung selesai,” ungkapnya.
Sementara itu, Kabag Sumber Daya Alam Sekretariat Daerah, Rodi Kamislan menegaskan, ada 10 izin pertambangan galian C di wilayah Mentawa Baru Ketapang. Izin itu rata-rata berakhir di atas tahun 2022 mendatang. Izin untuk operasi produksi itu sebenarnya bisa dimanfaatkan asal pengusaha galian tersebut menyusun Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB) untuk penambangan tersebut.
”Sayangnya, hal tersebut tidak dilakukan. Akibatnya aktivitas penambangan tidak bisa dilakukan, sementara dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, itu merupakan hal yang wajib,” kata Rodi.
Menyikapi hal itu, pihak Polres Kotim menyatakan tetap mengacu kepada aturan, dan mereka tidak memiliki kewenangan untuk membijaksanai aturan. Sekalipun dilakukan, namun tidak memberikan jaminan kepada galian C illegal bebas dari jerat hukum.
“Kalau di tingkat daerah yang membijaksanai, bisa saja. Karena ini kegiatan Polda Kalteng, tidak mungkin daerah membijaksanainya, karena memang ada operasi terhadap penambangan illegal sejak tanggal 22 hingga tanggal 17 Desember nanti,” kata Nana, perwakilan dari Polres Kotim.(ya)