oleh

Harus Buat Payung Hukum Lindungi Masyarakat Berladang

PALANGKA RAYA – Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Agustin Teras Narang, berharap pemimpin daerah dan instansi terkait di Bumi Tambun Bungai ini dapat membuat payung hukum yang melindungi masyarakat agar bisa beladang dengan cara membakar.

Harapan itu disampaikan Gubernur Kalteng periode 2005-2015 tersebut menyikapi keluhan masyarakat di sejumlah desa atas larangan membakar lahan untuk berladang.

Keluhan itu disampaikan masyarakat saat mantan Presiden Manjelis Adat Dayak Nasional (MADN) tersebut melakukan pertemuan dengan masyarakat di sejumlah desa di Kalteng, baru-baru ini.

Baca Juga :  Optimalisasi Sektor Perikanan di Kotim Belum Didukung Anggaran

Terdapat sejumlah desa menjadi lokasi reses Ketua Komisi I DPD RI ini, di antaranya Desa Luwuk Tukau, Desa Tumbang Oroi, dan Desa Tumbang Samui di Kabupaten Gunung Mas, Desa Bukit Batu di Kapuas, Desa Kalahien di Barito Selatan, Desa Gohong di Pulang Pisau.

“Mestinya ada aturan hukum yang melindungi masyarakat, agar bisa membakar lahan secara terkendali, misalnya 1 atau 2 hektare. Tetapi kalau perusahaan sama sekali tidak boleh membakar lahan,” tegas Teras, kemarin.

Baca Juga :  H Nadalsyah Instruksikan Jajarannya Segera Selesaikan Persoalan TPP

Menurut Teras, masyarakat di sejumlah tersebut mengaku berladang merupakan pekerjaan yang sudah dilakukan secara turun temurun memenuhi kebutuhan dan meningkatkan ekonomi keluarga.

“Jangan sampai pemerintah hanya bisa membuat aturan melarang membakar lahan tanpa ada alternatif lain yang akhirnya berdampak bagi kelangsungan hidup masyarakat Kalteng yang notabene sebagian besar mata pencahariannya sebagai peladang,” ucapnya.

Saat menjabat sebagai orang nomor satu di Bumi Tambun Bungai, tambah Teras, perhatian terhadap masyarakat terus dilakukan, salah satunya terbitnya Peraturan Gubernur Kalteng Nomor 15 Tahun 2010 tentang pedoman pembukaan lahan dan pekarangan bagi masyarakat secara terkendali.

Baca Juga :  35 KPM di Lamandau Terima Bantuan UEP

“Tetapi peraturan gubernur ini sudah dicabut sehingga tidak ada lagi payung hukum bila masyarakat melakukan pembakaran lahan untuk bercocok tanam. Berladang merupakan kearifan lokal yang sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Dayak sejak zaman dulu,” kata dia. (red)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

BACA JUGA