PALANGKA RAYA, inikalteng.com – Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Kalteng menyebut, pada Juli 2022 Kalteng mengalami inflasi bulanan (mtm) sebesar 0,44 persen, dengan Palangka Raya tercatat inflasi sebesar 0,56 persen dan Sampit sebesar 0,24 persen. Angka inflasi tersebut, menurun dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat sebesar 0,88 persen, Palangka Raya 0,87 persen, dan Sampit 0,89 persen.
Staf Ahli Gubernur Kalteng Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Pembangunan Yuas Elko saat memimpin Rapat Evaluasi Bulanan Perkembangan Inflasi Kalteng, di Ruang Rapat Biro Perekonomian Setda Kalteng, Selasa (2/8/2022), menuturkan, perkembangan inflasi itu terutama didorong kenaikan harga Avtur yang berdampak pada kenaikan tarif angkutan udara, di tengah terbatasnya frekuensi penerbangan, serta kenaikan harga bahan bakar rumah tangga (Elpiji).
Adapun komoditas penyumbang inflasi lainnya, berasal dari kelompok volatile foods (pangan bergejolak), berupa bawang merah dan cabai rawit akibat faktor cuaca di sentra produksi Pulau Jawa. Sedangkan harga beras meningkat, seiring berakhirnya masa panen, serta harga ikan tongkol, nila, tomat, dan udang basah meningkat seiring menurunnya pasokan.
Sebabnya Yuas Elko berharap, agar ke depan TPID Kalteng terus melakukan pemantauan perkembangan harga komoditas, dan melakukan serangkaian kegiatan pengendalian inflasi. Kegiatan tersebut berfokus pada stabilitas harga dan pasokan komoditas volatile foods, antara lain melalui opsi penambahan pasokan yang bersumber dari luar Kalteng, dan jika diperlukan melakukan kegiatan operasi pasar.
Tidak itu saja, TPID juga akan terus mendorong peningkatan pasokan dari dalam provinsi, dengan pengembangan sentra produksi seperti cabai rawit di Kalteng. Kenati demikian, TPID Kalteng memprakirakan risiko kenaikan inflasi volatile foods pada Agustus 2022 akan menurun, seiring mulai masuknya masa panen pada beberapa sentra produksi padi di Kalteng, seperti Kapuas dan Pulang Pisau.
”Sementara itu, kami akan terus mencermati perkembangan komoditas energi, sehingga transmisi kenaikan harganya terhadap komoditas lainnya dapat diantisipasi,” pungkas Yuas Elko.
Sementara Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Kalteng Yura Djalins, menyampaikan bahwa konflik yang berkepanjangan antara Rusia dan Ukraina, yang diikuti kebijakan proteksionisme pangan berbagai negara berdampak pada kenaikan harga energi dan pangan dunia lebih lanjut.
Namun demikian, Yura menyampaikan langkah Pemerintah dalam pengendalian harga minyak goreng menunjukkan hasil, tercermin pada andil komoditas tersebut sebagai penyumbang deflasi. Begitu pula daging ayam dan telur ayam menjadi komoditas penyumbang deflasi, seiring dengan normalisasi permintaan pasca momen hari besar keagamaan. (ka/red2)
Komentar