Keberadaan Perusda Harus Mampu Dongkrak PAD

SAMPIT, inikalteng.com – Saat ini pasar yang dikelola Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Pemkab Kotim) berjumlah 14 lokasi. Pasar-pasar tersebut tersebar di beberapa kecamatan seperti di Kecamatan Mentawa Baru Ketapang, Baamang, Parenggean, Mentaya Hilir Selatan, Telawang dan Mentaya Hulu, Sementara pasar yang dikelola oleh perorangan atau pihak swasta berjumlah sekitar 17 pasar, sedangkan jumlah pasar yang dikelola oleh pemerintah desa sebanyak 67 pasar.

Menurut Ketua Komisi II DPRD Kotim Hj Darmawati, dengan jumlah pasar sebanyak itu, apakah ada pemasukan pendapatan untuk desa atau daerah. Karena selama ini pihaknya tidak pernah mengetahui apakah ada pembayaran retribusi atau tidak.

Dia menyatakan sangat mengapresiasi gagasan pemerintah daerah dalam pengelolaan pasar menjadi Perusahaan Daerah dalam rangka optimalisasi pengelolaan serta meningkatkan potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada sektor pasar. Hal itu belajar dari keberhasilan daerah lain yang sudah melakukannya saat pihaknya melakukan studi banding di Pemkab Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan.

Baca Juga :  Legislator Barsel Harapkan BOSDA Kembali Dianggarkan

“Dengan adanya Raperda Perusahaan Daerah Pasar, perlu analisis dan kajian yang komprehensif untuk menuangkan gagasan tersebut dalam regulasi berupa perda nantinya. Kami juga berharap perda terkait perusahaan daerah pasar benar-benar menjadi solusi bagi pemerintah daerah dalam menangani carut-marut masalah pasar selama ini,” jelas Darmawati di Sampit, Kamis (14/10/2021).

Dikatakan, ada tiga isu yang harus menjadi perhatian dalam pembahasan Raperda Perusahaan Daerah Pasar nantinya. Belajar dari pengalamaan pengelolaan Perusda yang sudah ada selama ini yaitu masalah efisiensi. Pelajaran yang sangat berharga dari kebanyak perusahaan daerah adalah efisiensi sangat penting. Karena sering kali terjadi pemborosan dana akibat para pengelolanya tidak memiliki keahlian yang cukup, keputusan-keputusan manajerial berkaitan dengan investasi baru, penentuan tarif atau keputusan lain diambil secara tidak profesional. Selain itu, ada nuansa kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) yang menandakan ketidakprofesionalan para pengelolanya.

Baca Juga :  Keberadaan Pasar Ramadan Harus Ada Pengawasan

“Kemudian, masalah birokrasi dan intervensi. Banyak perusda tidak kompetitif dengan swasta. Salah satu penyebabnya adalah besarnya campur tangan dan lambannya pemerintah daerah dalam mengantisipasi perubahan situasi dan kondisi bisnis. Keputusan bisnis baik yang bersifat strategis maupun keputusan-keputusan konvensional lainnya harus selalu izin kepada pemerintah daerah yang terkadang lambat, dan berpotensi masuk intervensi kepentingan dalam wilayah managemen,” jelas Darmawati.

Baca Juga :  Kotim Punya Peluang Jadi Juara Umum Porprov 2023

Politisi Partai Golkar ini menambahkan, selain efisiensi, masalah birokrasi dan intervensi juga ada masalah pengendalian dan pengawasan. Pemerintah Daerah selaku pemilik mempunyai kewenangan untuk mengawasi perkembangan perusda guna menjamin keberlangsungan dan kebermanfaatannya bagi kepentingan daerah. Penempatan Tim Pengawas yang tidak tepat, serta tidak memiliki kapasitas dan kompetensi dalam bidang bisnis, berpotensi tidak terjadinya fungsi pengawasan secara optimal.

“Masalah efisiensi, birokrasi dan intervensi serta pengendalian dan pengawasan, harus menjadi perhatian penting, bagaimana aplikasi perusda nantinya dapat terhindar dari praktik-praktik seperti itu. Sehingga dapat menjamin kebermanfaatan perusda terhadap PAD dan juga pembangunan Kabupaten Kotim ke depannya,” kata Darmawati.(ya)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

BACA JUGA