PALANGKA RAYA, inikalteng.com – Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Tengah bersama dengan Yayasan Borneo Nature Indonesia atau disebut juga Borneo Nature Foundation (BNF) Indonesia tanggal 23 Juni 2022 mengadakan kegiatan workshop tentang pengembangan strategi konservasi spesies kucing liar di Provinsi Kalimantan Tengah.
Pulau Kalimantan merupakan salah satu habitat di dunia untuk lima jenis kucing liar. Namun, empat di antaranya terancam keberadaannya karena luasan habitat yang terus berkurang dan perburuan.
Keempat spesies tersebut adalah kucing pesek (Prionailurus planiceps), kucing merah (Catopuma badia), kucing batu (Pardofelis marmorata), dan macan dahan (Neofelis diardi). Selain keempat spesies tersebut, kucing kuwuk (Prionailurus bengalensis) juga hidup di Pulau Kalimantan yang memiliki status konservasi least concern (LC).
Pemasangan kamera jebak mulai dilakukan sejak 10 tahun yang lalu. Pemasangan kamera jebak dilakukan di berbagai tempat dan dipasang di permukaan tanah dan di kanopi hutan.
Pemasangan kamera jebak pertama dilakukan di Taman Nasional Sebangau, kemudian di bentang alam Rungan yang merupakan hutan mosaik (perpaduan hutan rawa gambut, hutan kerangas, dan hutan dipterokarpa dataran rendah).
Selanjutnya sebanyak 20 kamera jebak disebar di bentang alam hutan hujan dataran tinggi daerah Barito Hulu pada tahun 2021. Jenis kucing merah Kalimantan (Catopuma badia) terekam di bentang alam Rungan dan Barito Hulu.
Hasil penelitian kamera jebak berfungsi untuk mengetahui keberadaan satwa liar, selain itu juga dapat membantu menganalisa kepadatan populasi suatu spesies, pola aktivitas, pola memangsa (predasi), kompetisi satwa hingga mengetahui kesesuaian habitat dengan bantuan analisa okupasi.
Kucing merah merupakan satwa endemik Kalimantan yang masih menjadi tanda tanya. Hingga saat ini belum banyak publikasi mendalam mengenai spesies kucing liar dilindungi tersebut, baik dari segi perilaku, hingga persebaran dan kepadatan populasi. Kucing Merah (Catopuma badia), terbilang masih minim datanya karena area survei yang terbatas.
Karena masih minimnya data terkait kucing liar di Kalimantan Tengah maka Balai KSDA Kalimantan Tengah dan BNF Indonesia menyelenggarakan workshop ini dengan tujuan untuk mempertemukan berbagai instansi / lembaga (pemerintahan, swasta, universitas dan LSM) yang telah maupun sedang bekerja untuk kucing liar.
Memberikan informasi terkait peluang kegiatan, baik riset maupun implementasi konservasi kucing liar dilindungi di Provinsi Kalimantan Tengah; Mengumpulkan informasi awal keberadaan kucing liar di Provinsi Kalimantan Tengah; Dapat memberikan penilaian terkait ancaman utama serta pengembangan strategi konservasi yang cocok untuk melindungi spesies kucing liar terancam pulah di Kalimantan Tengah.
“Diharapkan dengan adanya workshop, selain mengumpulkan data dan informasi terkait kucing liar untuk bahan menyusun strategi konservasi kucing liar, juga dapat membentuk jejaring peneliti dan pemerhati kucing liar sehingga dapat menjadikan satwa ini sebagai satwa prioritas untuk dilestarikan,” ujar Drh. Indra Exploitasia, Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Spesies dan Genetik Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Tengah dan BNF Indonesia mengucapkan terima kasih kepada para pihak atas dukungannya pada kegiatan lokakarya / workshop ini, harapannya agar ke depan dapat dibentuk upaya perlindungan untuk keberlangsungan hidup spesies kucing liar di Provinsi Kalimantan Tengah maupun di Indonesia. (dod/red3)