PALANGKA RAYA, inikalteng.com – Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI bekerja sama dengan Kantor Wayah (Kanwil) Kemenkumham Kalimantan Tengah (Kalteng) dan Universitas Palangka Raya (UPR) menggelar Sosialisasi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
Sosialisasi bertajuk “Kumham Goes To Campus” yang dipimpin langsung oleh Wakil Menteri Kumham RI Prof Dr Edward Oemar Sharif Hiariej SH MHum ini, diselenggarakan di Aula Rahan, lantai 2 Gedung Rektorat UPR di Palangka Raya, Rabu (26/10/2022).
Prof Dr Edward Oemar Sharif Hiariej dalam paparannya menjelaskan bahwa KUHP yang hingga saat ini diterapkan di Indonesia sudah berusia lebih dari 100 tahun atau sejak tahun 1918. Apabila dihitung sejak Indonesia merdeka, KUHP tersebut sudah berusia 77 tahun dan apabila terhitung sejak diinisiasi oleh para pakar hukum Indonesia tahun 1958, artinya KUHP sudah berjalan 64 tahun.
“Jadi, kita harus punya KUHP baru, dan sudah kita disusun sebanyak 1.800 pasal yang berorientasi pada aliran klasik dan lebih mementingkan kepentingan individu dari kesewenang-wenangan negara. KUHP yang digunakan saat ini sudah out of date dan tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, sehingga harus diperbaharui. Mengingat saat ini kita juga sudah memasuki era 5.0,” jelasnya.
Selain itu, terdapat beberapa tantangan berat yang harus dihadapi Kemenkumkam dan Komisi III DPR RI terkait RKUHP, yakni menyusun suatu KUHP di tengah bangsa Indonesia yang multietnis, multireligi dan multiculture, di mana isu RKUHP selalu menimbulkan kontroversi dan perdebatan. Padahal menyusun KUHP untuk Indonesia tidaklah mudah.
Dicontohkan, negara Belanda yang hanya sebesar Provinsi Jawa Barat dengan jumlah penduduk 7 juta jiwa saja, memerlukan waktu 70 tahun untuk membentuk KUHP. Sedangkan Indonesia yang memiliki luas seperdelapan dunia, serta multietnis, multireligi dan multiculture. “Kita akui bahwa KUHP yang kita hasilkan dengan waktu yang singkat tidak akan bisa sempurna, tetapi ada hal-hal yang harus kita pertimbangkan agar RKUHP ini harus segera disahkan,” tandas Prof Edward Oemar.
Rektor UPR Prof Dr Ir Salampak MS melalui Dekan Fakultas Hukum (FH) UPR Prof Dr H Suriansyah Murhaini SH MH, dalam sambutannya mengatakan, sosialisasi ini sangat bermanfaat untuk civitas akademika, khususnya bagi mahasiswa dan Dosen FH UPR, karena memberikan pemahaman terkait RKUHP. Mengingat misi terbentuknya RKUHP ini adalah dekolonialisasi, demokratisasi, konsolidasi dan harmonisasi.
“Sejak KUHP berlaku di Indonesia, hingga saat ini Indonesia tidak memiliki terjemahan resmi. Sehingga memang KUHP menjadi peninggalan kolonial. Oleh karena itu, pembaharuan KUHP ini menjadi sangat penting dan menghindari misinterpretasi yang bisa terjadi dengan tafsir yang berbeda pada berbagai unsur delik,” jelas Suriansyah.
Dikatakan, dengan melihat berbagai urgensinya, maka sangat penting untuk melihat fitur-fitur yang diberikan oleh RKUHP yang membedakannya dengan KUHP versi Belanda. Untuk melihat fitur-fitur tersebut, maka harus merujuk kepada Buku I RKUHP yang mengatur ketentuan umum. Di dalamnya telah ditunjukkan semangat RKUHP yang bersifat restoratif sebagai tujuan dari proses pidana untuk mengembalikan keadaan semula dengan mempertimbangkan kepentingan korban dan rehabilitasi terhadap para pelaku.
“Dapat dikatakan bahwa RKUHP telah menggunakan konsep pemidanaan dengan keadilan restoratif. Oleh karena itu, RKUHP ini perlu diapresiasi dan didukung sebagai produk asli putra putri Indonesia,” tegas Suriansyah.
Sosialisasi ini dihadiri sekitar 300 mahasiswa UPR dan perwakilan beberapa perguruan tinggi lainnya yang ada di Kota Palangka Raya. Sedangkan narasumber yakni Anggota Komisi III DPR RI Dapil Kalteng Ari Egahni Ben Bahat SH MH, anggota tim pembahasan dan sosialisasi RKUHP Dr Albert Aries dan Ambeg Paramarta selaku Staf Ahli Kemenkumham RI bidang Politik dan Keamanan. (nl/red1)
Komentar