Gapki Sudah Minta Klarifikasi ke KLHK
PALANGKA RAYA, inikalteng.com – Pasca pemerintah pusat mengumumkan pencabutan izin konsesi kawasan hutan sebagaimana Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Nomor SK.01/MENLHK/SETJEN/KUM.1/1/2022, iklim investasi dan usaha di Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) khususnya diharapkan dapat terus terjaga dengan baik, agar tercipta kenyamanan dan ketenangan berusaha. Termasuk dalam sektor perkebunan kelapa sawit yang selama ini berkontribusi besar terhadap pembangunan daerah dan nasional.
Hal itu disampaikan pemerhati lingkungan dan pembangunan perkebunan di Kalteng, Dr Ir Rawing Rambang MP didampingi Anggota Bidang Komunikasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Kalteng, Kana, saat ditemui sejumlah wartawan di Palangka Raya, Kamis (13/1/2022).
Mantan Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Kalteng ini mengungkapkan, khusus di Kalteng berdasarkan draf Keputusan Menteri LHK yang telah beredar tersebut, ada 39 izin konsesi perusahaan perkebunan kelapa sawit yang dicabut, dengan luasan areal sekitar 350.111 hektar lahan, terutama untuk Izin Pelepasan Kawasan Hutan (IPKH).
“Saya sebagai pengamat lingkungan dan juga pengamat pembangunan perkebunan di Kalteng, tentu mendukung kebijakan pemerintah, dan kebijakan presiden dalam pencabutan izin konsesi hutan ini, terutama terhadap perusahaan-perusahaan perkebunan yang tidak taat aturan. Tapi bagi perusahaan yang sudah punya HGU dan IUP, perlu dievaluasi lagi karena sudah ada undang-undang (UU) yang mengaturnya,” kata Rawing.
Apalagi, lanjutnya, bagi perusahaan yang sudah berinvestasi dan sudah ada pola kemitraan dengan masyarakat di sekitarnya, umumnya dari sisi IPKH mereka sudah dilepaskan dan sudah jadi APL (Areal Penggunaan Lain). Sehingga, pencabutan izin oleh pemerintah pusat itu, juga menjadi polemik di masyarakat. Karena untuk perusahaan perkebunan kelapa sawit kalau luasan arealnya mencapai 10 ribu hektar, maka nilai investasinya minimal sekitar Rp1 triliun – Rp1,5 triliun.
“Untuk itu, perlu dievaluasi lagi keputusan Menteri LHK tersebut. Karena bagi perusahaan yang sudah punya HGU dan IUP jika terjadi pelanggaran, maka sesuai mekanismenya harus ada teguran pertama, kedua dan ketiga. Jika tetap tidak mengindahkan teguran itu, baru dicabut izinnya, dan itu perlu waktu setahun. Tapi kami yakin para pengusaha kelapa sawit di Kalteng ini tetap taat aturan selama itu memang prosedural,” kata Rawing.
Anggota Bidang Komunikasi Gapki Kalteng, Kana menambahkan, secara organisasi Gapki menyambut baik dan mendukung arahan dari Presiden RI untuk memperbaiki dan membenahi tata kelola sumber daya alam agar ada pemerataan, transparan dan adil untuk mengoreksi ketimpangan, ketidakadilan dan perusakan alam di Indonesia. Di mana dalam rangka pembenahan tersebut, izin-izin pertambangan, kehutanan dan penggunaan lahan negara akan terus dievaluasi secara menyeluruh, izin yang dijalankan tidak produktif, dialihkan ke pihak lain, serta tidak sesuai ketentuan dan peraturan akan dicabut.
“Namun demikian, kami juga heran dengan beredarnya draf pencabutan izin konsesi hutan itu. Karena sampai sekarang, Gapki belum pernah menerima surat yang aslinya seperti apa. Apakah itu nanti akan dikirim ke pemerintah daerah atau langsung ke perusahaan yang bersangkutan, kita belum tahu,” ucapnya.
Kana juga menyayangkan beredarnya draf Keputusan Menteri LHK itu hanya melalui media sosial, WhatsApp dan lainnya. Sehingga telah menimbulkan multitafsir, dan dikhawatirkan berpotensi menimbulkan dampak sosial, isu negatif dan mengganggu iklim investasi bagi perkebunan kelapa sawit khususnya di Kalteng.
“Untuk itu, Gapki sudah meminta penjelasan dan klarifikasi ke Kementerian LHK terkait dengan draf tersebut,” jelas Kana, seraya berharap agar iklim investasi di daerah ini tetap kondusif dan aman. (red1)