SAMPIT – Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) Hj Darmawati kembali mengingatkan kepada perusahaan besar swasta (PBS) perkebunan kelapa sawit di Kotim tentang kewajibannya menjaga lingkungan dan memprogramkan konservasi. Lahan konservasi sangat penting dan harus disediakan di dalam area Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan perkebunan itu sendiri.
“Perusahaan harus menyisihkan lahannya minimal 10 persen dari luas konsesi yang didapatkan. Konservasi dari luasan konsesi itu, boleh dikumpulkan di satu lokasi atau gabungan dari beberapa titik di dalam areal perusahaan. Karena untuk membangun lahan konservasi, pasti akan melihat geografis dan tekstur tanah yang cocok untuk membuat tanaman konservasi tumbuh dengan baik,” ujar Darmawati di Sampit, Senin (1/2/2021).
Lahan konservasi tersebut dinilai sangat penting. Dalam hal ini, PBS wajib mempunyai kepedulian terhadap lingkungan hidup, serta kelestarian flora dan fauna di sekitarnya. Salah satu jenis fauna yang belakangan ini kondisinya semakin memprihatinkan adalah orangutan. “Supaya habitat mereka tidak terganggu, maka lahan konservasi tersebut bisa menjadi tempat mereka berlindung,” katanya.
Bahkan, baru-baru ini menjadi bukti nyata habitat orangutan benar-benar terganggu karena tempat tinggal mereka habis digarap oleh perkebunan sawit, hingga akhirnya mereka pergi ke perkampungan. “Untuk itu, saya meminta semua pihak terutama pemerintah daerah supaya menindaklanjuti hal ini dengan mengecek atau mengevaluasi perusahaan sawit di Kotim. Bila ada yang tidak mempunyai lahan konservasi, maka perlu ditindak sesuai atauran,” katanya.
Kewajiban PBS menyediakan lahan konservasi, ungkap Darmawati, sudah jelas diatur dalam Undang-Undang (UU) RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem, serta UU Nomor 37 Tahun 2014 tentang Konservasi Tanah dan Air.
“Artinya, setiap PBS jika dengan sengaja tidak mempunyai lahan konservasi, jelas sudah melanggar undang-undang lingkungan hidup. Hal-hal seperti inilah yang selama ini kurang diperhatikan oleh perusahaan, dan pemerintah daerah sendiri kurang mengawasi,” ujar Darmawati. (red)