SAMPIT, inikalteng.com – Normalisasi drainase dan sungai kecil (pangaringan) di Kota Sampit Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) dan sekitarnya, harus dilakukan secara berkelanjutan. Hal ini untuk mencegah terjadinya banjir ketika hujan, karena drainase tidak mampu menampung debit air serta mengalirkannya ke pangaringan.
“Saya ketika hari Lebaran ada memantau sejumlah titik di dalam Kota Sampit, dan memprihatinkan ternyata masih banyak titik yang terendam karena drainasenya buntu dan tidak bisa mengalirkan ke pembuangan,” jelas Anggota Komisi IV DPRD Kotim Handoyo J Wibowo, Senin (17/5/2021).
Dia menyebut, upaya Bupati Kotim menurunkan alat berat untuk mengeruk dan menormalisasi sungai pangaringan dan pembuangan, sudah tepat. Namun hal itu masih belum cukup jika hanya dilakukan di satu titik saja. Semestinya, pengerukan dilakukan di sepanjang pangaringan di Baamang dan Ketapang. Karena pangaringan itu, kini sudah mendangkal dan tidak bersih lagi akibat di atasnya ditumbuhi rumput liar. Hal itu seharusnya dibersihkan dulu dan dikeruk ulang, supaya airnya bisa dibuang hingga ke Sungai Mentaya,” ujar Handoyo.
Menurut Politisi Partai Demnokrat ini, siklus air hujan itu ketika terjadi akan dialirkan ke drainase di semua permukiman. Dari drainase itu, selanjutnya akan dibawa ke sungai yang ukurannya besar yaitu Sungai Mentawa dan Sungai Baamang. “Tetapi sayangnya, Sungai Mentawa dan Sungai Baamang ternyata tidak mampu mengalirkan air ke Sungai Mentaya, karena dari drainase di setiap permukiman saja banyak yang masih buntu,” ujarnya.
Buntunya drainase itu, kata Handoyo, bukan hanya karena pemerintah daerah tidak membersihkan, tetapi juga minimnya kesadaran dari masyarakat untuk bersama-sama memelihara dan menjaganya. Bahkan ada drainse yang sengaja ditutup dengan tumpukan material dan sampah. Sehingga aliran air jadi terhambat.
“Kalau saya menilai, tidak arif jika kita hanya menyalahkan pemerintah, sementara kita sendiri sebagai masyarakat kurang peduli dengan lingkungan sekitar,” tandas Handoyo. (ya/red)