PALANGKA RAYA – Selama bencana kabut asap melanda Palangka Raya beberapa pekan terakhir, ternyata cukup berdampak pada penurunan pengunjung dan pendapatan pedagang di Pasar Tradisional. Pasalnya, berdasarkan informasi dari responden survei Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), terdapat penurunan pengunjung yang datang ke pasar tradisional dan berdampak pada penurunan pendapatan penjual sekitar 20 sampai 30 persen.
“Terjadinya gangguan kabut asap, menghambat pendistribusian sejumlah komoditas ke Palangka Raya. Secara teori hal ini dapat berdampak terhadap kenaikan harga. Namun di saat yang bersamaan, kabut asap memberikan dampak berkurangnya permintaan, yang tercermin dari menurunnya jumlah masyarakat yang datang ke pasar tradisional,” tutur Kepala Bank Indonesia (BI) Perwakilan Kalteng Rihando, Minggu (6/10/2019).
Tentunya, hal itu yang menyebabkan pedagang tidak dapat menaikan harga barang. Karena berdasarkan pantauan di lapangan, stok komoditas kebutuhan pokok masyarakat saat ini masih dalam level cukup dengan harga yang relatif stabil.
Dijelaskan, terjaganya harga kebutuhan pokok masyarakat tercermin pada deflasi yang terjadi di Kalteng secara bulanan (month to month/mtm) pada Juli, Agustus, dan September 2019. Deflasi pada tiga bulan tersebut, berturut-turut adalah sebesar -0,25 persen-0,29 persen, dan -0,07 persen (mtm).
Deflasi yang terjadi, didorong kelompok komoditas harga pangan bergejolak (volatile food) yang mengalami deflasi masing-masing sebesar -0,71 persen-0,70 persen, dan -1,03 persen (mtm) pada Juli, Agustus, dan September 2019.
“Deflasi yang terjadi pada kelompok volatile food pada tiga bulan terakhir, karena terjadinya kabut asap mengkonfirmasi bahwa harga kebutuhan pokok relatif terjaga atau bahkan cenderung menurun. Penurunan harga ini sejalan dengan pola musiman, di mana terjadi normalisasi harga pasca Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) hingga 3 sampai 4 bulan setelah Idul Fitri,” tutup Rihando. (red)
Komentar