SAMPIT, inikalteng.com – Dinas Koperasi Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) dinilai keliru perihal penjelasan tentang sanggahan sehubungan dengan permasalahan pergantian pengurus Koperasi Santuai Jaya dengan ketua terpilih atas nama Suwa Fransiska. Karena dalam masalah ini diduga ada intimidasi dari Kepala Dinas Koperasi Kabupaten Kotim untuk mencekal Suwa Fransiska sebagai Ketua Koperasi Santuai Jaya, dengan cara mengeluarkan Surat Keputusan (SK) pada tanggal 13 Juli 2021.
Hal itu diungkapkan Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPRD Kabupaten Kotim, M Abadi, kepada awak media di Sampit, Rabu (4/8/2021).
“Kita ketahui dalam point 3 Peraturan Menteri Koperasi dan UKM RI Nomor 10 /per/m.kum/IX/2015 tentang Kelembagaan Koperasi pasal 51, bahwa syarat keanggotaan untuk dapat menjadi anggota koperasi primer harus memenuhi beberapa persyaratan,” kata Abadi.
Dijelaskan, persyaratan dimaksud sebagaimana Peraturan Menteri Koperasi dan UKM tersebut pada huruf (e), yaitu menyetujui Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Koperasi Primer pada koperasi yang bersangkutan
Anggota Komisi II DPRD Kotim itu menambahkan, dalam hal ini Kadis Koperasi Kotim salah menafsirkan maksud dalam Pasal 17 Undang-Undang 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Sebab, yang dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), bahwa Anggota Koperasi adalah pemilik dan sekaligus pengguna jasa koperasi. Pada ayat (2) disebutkan bahwa Keanggotaan Koperasi dicatat dalam buku daftar anggota.
“Karena ketua terpilih Suwa Fransiska sudah menjabat sebagai bendahara sejak tahun 2014 sampai 2017 dari 2017 sampai 2020 sebagai Badan Pengawas, sehingga sangat keliru apabila Dinas Koperasi Kotim mencekal ketua terpilih menggunakan ketentuan pasal 17 tersebut. Sepertinya, Kadis Koperasi Kotim perlu belajar lagi tentang ketentuan Undang-Undang 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Karena sesuai Pasal 22 ayat (1), Rapat Anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi,” jelas Abadi.
Saran tersebut, ungkap Abadi, sesuai apa yang tertuang didalam point 3 pasal 51 Permenko dan UKM Nomor 10 Tahun 2015, bahwa Dinas Koperasi harus bisa menafsirkan yang dimaksud pada pasal 51 mengenai Syarat Keanggotaan.
“Jadi, Kepala Dinas Koperasi serta jajarannya perlu mempelajari segala aturan yang berkaitan dengan koperasi. Supaya dalam mengambil kebijakan ataupun keputusan tidak salah dan merugikan pihak lain. Salah satu contohnya, ternyata Dinas Koperasi Kotim masih belum bisa membedakan antara Koperasi Sekunder dan Koperasi Primer. Padahal itu sudah sangat jelas diatur dalam Permenko dan UKM Nomor 09 Tahun 2018,” terang Abadi. (ya)