SAMPIT, inikalteng.com – Banjir yang terjadi beberapa kali dalam setahun ini, khususnya di wilayah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), dinilai tidak lepas dari keserakahan sejumlah perusahaan perkebunan kelapa sawit. Banyak anak sungai yang biasanya digunakan masyarakat untuk berladang, sengaja ditutup dan ditanami kelapa sawit. Jadi saat turun hujan deras, air tidak mampu terserap dan langsung mengalir menuju ke daerah permukiman yang rendah.
Hal itu disampaikan Anggota Komisi I DPRD Kotim, SP Lumban Gaol, ke0ada wartawam di Sampit, Rabu (17/11/2021), menyikapi banjir yang terjadi belakangan ini di Kabupaten Kotim.
“Banjir di Kabupaten Kotim ini, tidak bisa lagi dikategorikan bencana lima tahunan. Karena ketika hujan deras, permukiman warga sekitar perusahaan langsung terendam banjir,” tandasnya.
Sesuai aturan, kata Gaol, perusahaan perkebunan tidak boleh menanam sawit di tepi sungai, apalagi dengan sengaja menutup sungai. Penanaman sawit harus memenuhi garis sepadan sungai, yakni radius 50 sampai 100 meter.
Pihaknya mewacanakan untuk turun ke lapangan guna mengecek langsung kondisi anak sungai yang sudah ditutup oleh pihak perusahaan perkebunan kelapa sawit. “Pihak kecamatan dan desa harus bisa menginventarisir perusahaan yang melakukan pelanggaran tersebut,” tegasnya.
Artinya, lanjut Gaol, jika ada pohon sawit yang sudah terlanjur ditanam, jangan dirawat lagi. Biarkan hingga tumbuh semak-semak dan nantinya bisa membentuk hutan lagi. Tapi jika ditemukan anak sungai yang sudah ditutup, maka pihak perusahaan itu harus ditindak tegas.
“Ke depan, kami minta agar Pemkab Kotim tidak lagi memberikan izin pembukaan lahan di hutan yang masih murni. Baik itu investor besar, ataupun investor yang mengatasnamakan masyarakat. Hentikan eksploitasi hutan kita,” tandas Gaol. (*/red)
Komentar