BUNTOK, inikalteng.com – Tini Rusdihatie, warga Buntok, Kabupaten Barito Selatan (Barsel) kembali melayangkan gugatannya terkait permasalahan pengangkatan sita jaminan lahan bangunan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Elpiji (SPBE) di Desa Hajak, Kecamatan Teweh Tengah, Kabupaten Barito Utara (Barut).
“Gugatan sudah kita layangkan ke Pengadilan Negeri Tamiang Layang dengan perkara Nomor 40/Pdt.G/2022,” kata pengacara penggugat, Susilayati SH MH, di Buntok, Minggu (22/1/2023).
Saat ini gugatan tersebut dalam tahap mediasi, dan apabila belum berhasil, maka pihaknya akan mengajukan kembali peletakan sita jaminan lahan pada obyek tersebut untuk kedua kalinya.
Menurut dia, pengangkatan sita jaminan pada objek itu memang sudah sesuai dengan prosedur, karena pihak tergugat sudah melalui upaya hukum Peninjauan Kembali (PK).
Susilayati mengakui, putusan PK nya hanya pemeriksaan masalah formil dan bukan dalam materil pokok perkara. Jadi putusan PK itu hanya gugatan penggugat dengan perkara Nomor 22/Pdt.G/2019/PN.Tml itu masih kurang pihak atau Niet Ontvankelijke Verlaard (NO) atau ditolak dengan alasan kurangnya pihak-pihak yang diikutsertakan dalam gugatan sebagai tergugat atau turut tergugat. Putusannya juga masih belum menyentuh pada materi pokok perkara.
“Karena pada persidangan tingkat pertama, kedua dan ketiga sudah dilakukan pemeriksaan materil yang putusannya mengabulkan gugatan penggugat, namun pihak tergugat melakukan upaya hukum di tingkat PK,” jelasnya.
Seharusnya, kata Susilayati, dalam PK tersebut disyaratkan adanya bukti baru (novum). Tetapi dalam isi putusan PK tersebut bukan mengenai pokok perkara, namun mengenai formalitas gugatan di mana disebutkan kurangnya pihak-pihak yang seharusnya turut digugat selain tergugat yakni PT Sekata Seia yang merupakan perusahaan milik tergugat.
“Mengenai adanya pengangkatan sita jaminan yang telah dilakukan pada lahan tersebut, memang sah. Namun karena putusan bukan berkaitan dengan pokok perkara, maka gugatan bisa diajukan kembali,” ungkapnya.
Menurut Susilayati, dalam pokok perkara dinyatakan perjanjian utang piutang uang antara penggugat yang memberi pinjaman kepada Sri Imbani Y Mebas (almarhumah) dengan bukti kuitansi pada 16 April 2018 sejumlah Rp3,6 miliar dan kuitansi tertanggal 26 Juni 2018 dengan jumlah Rp1,7 miliar yang secara yuridis dapat dibuktikan di persidangan.
Dalam pokok perkara itu juga, dijelaskan bahwa para tergugat I, II, dan III atas nama Petriadi, Petrisia Margareth, dan Thalia Nevita Marcelin yang merupakan ahli waris wajib menanggung hutang-hutang almarhumah Sri Imbani Y Mebas dengan total Rp5,3 miliar kepada penggugat secara tunai dan sekaligus.
“Dua bidang tanah dengan luas 17.220 M2 dengan sertifikat hak milik 1063 dan 19.917 M2 dengan hak milik 1064 yang di atasnya berdiri satu bangunan SPBE itu, merupakan jaminan hutang almarhumah kepada Tini Rusdihatie yang sertifikatnya diserahkan almarhumah Sri Imbani Y Mebas semasa hidupnya,” terang Susilayati.
Oleh karena itu, dalam putusan Pengadilan Negeri Tamiang Layang dengan perkara Nomor 22/Pdt.G/2019/PN.Tml dikabulkan sebagian gugatan kliennya sebagai penggugat. Sehingga sebelum pengangkatan sita jaminan itu, pada lahan tersebut juga telah dilakukan peletakan sita jaminan.
Sebelumnya, juru sita Pengadilan Negeri (PN) Muara Teweh, melaksanakan serah terima delegasi dari PN Tamiang Layang, melakukan pengangkatan sita jaminan (conservatoir beslag) 2 bidang tanah, tepatnya di lokasi SPBE di Desa Hajak, Kecamatan Teweh Tengah (sekarang Teweh Baru), Kabupaten Barut pads Kamis, 5 Januari 2023.
Pegangkatan sita jaminan itu dipimpin Panitera PN Muara Teweh, Berly, pada pukul 09.50 WIB, disaksikan langsung pihak Sri Imbani Y Mebas bersama dua kuasa hukumnya dari Kantor Hukum Gani Djemat and Partners, Aditya Sembadha dan Beny, pihak BPN/ATR Barit, serta Kades Hajak, Sriono. (hly/red1)