Audy Valent: Pihak Koperasi tidak Bisa Diproses
SAMPIT, inikalteng.com – Saling klaim kepemilikan kebun kelapa sawit antara Koperasi Cempaga Perkasa (KCP) dan PT Wana Yasa Kahuripan Indonesia (WYKI) di wilayah Desa Patai, Kecamatan Cempaga, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) hingga kini masih terjadi. Bahkan berujung saling melaporkan ke polisi.
Anehnya, alih-alih mendapatkan keadilan, justru pihak KCP yang sudah memiliki izin lengkap mulai dari provinsi hingga pusat, tidak boleh beraktivitas. Truk buah milik koperasi tersebut ditahan di Polres Kotim atas laporan dari PT WYKI.
“Saya tidak habis pikir, izin yang kami miliki seakan tidak ada artinnya. Padahal legalitasnya jelas, kita memdapatkannya secara resmi. Sementara setahu kami, PT WYKI hanya memiliki izin prinsip yang diterbitkan olah Bupati Kotim, dan dalam proses mereka sudah ditolak oleh kementerian karena lahan mereka berstatus kawasan hutan produksi dan konservasi,” jelas Ketua Badan Pengawas KCP Suparman kepada wartawan di Sampit, Jumat (23/4/2021).
Diungkapkan, KCP diberikan izin resmi oleh kementerian terkait hingga Pemerintah Provinsi Kalteng. Bahkan Presiden RI sudah menyetujuinya bahwa lahan yang milik KCP itu berdasarkan izin dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) seluas 600 hektar lebih untuk ditanami sawit secara bertahap sampai habis masa produktifnya.
“Yang jadi pertanyaan kami, mana yang kuat, apakah surat yang ditandatangani bupati atau Surat Keputusan (SK) Menteri LHK yang dimiliki oleh koperasi. Kami berharap pihak penegak hukum harus hati-hati menangani masalah ini. Karena kami dari koperasi tidak segan-segan untuk membawa masalah ini hingga ke tingkat yang lebih tinggi lagi,” ujar Suparman.
Sementara itu, Ketua Lembaga Piramida Pikiran Rakyat Kotim, Audy Valent, menyatakan mendukung langkah hukum yang dilakukan oleh KCP. Dia juga meminta kepada pihak kepolisian agar jangan hanya truk koperasi saja yang ditahan, tapi juga pihak perusahaan (PT WYKI) harus diproses.
“Kita melihat dalam hal ini kedua belah pihak memang harus melakukan mediasi saja. PT WYKI memang memiliki izin arahan lokasi, sementara pada saat proses selanjutnya ditolak oleh kementerian, sehingga PT WYKI tidak punya Hak Guna Usaha (HGU). Malahan Koperasi Cempaga Perkasa yang sudah memiliki izin lengkap,” ujar Audy.
Dengan demikian, menurut Audy, sebenarnya tidak bisa kalau Koperasi CP diproses secara hukum. Itu sama artinya pihak penegak hukum mengangkangi SK Kementerian LHK, dan hanya berpihak kepada PT WYKI saja. “Jika PT WYKI hanya berpegang kepada izin yang diterbitkan Bupati saja, itu justru salah besar. Karena lahan itu adalah kawasan hutan produksi dan kawasan hutan konservasi. Kenapa pada saat itu, lahan tersebut ditanam, dan kenapa pula pemerintah daerah melakukan pembiaran,” tuturnya.
Menanggapi polemik itu, Anggota Fraksi PKB DPRD Kotim Bima Santoso juga menyatakan dukungannya kepada KCP. “Supaya semua tahu dan pihak perusahaan pun ada efek jera. Lanjutkan saja, dan kita dukung,” katanya singkat. (ya/red)