PALANGKA RAYA, inikalteng.com – Pemerintah Pusat melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) baru saja mencabut sebanyak 192 usaha konsesi kawasan hutan. Izin usaha ini menguasai lahan seluas 1.369.567 hektar, namun dinilai menelantarkan lahan dan tidak mempunyai rencana kerja. Keputusan KLHK itu berlaku per 6 Januari 2022.
Menanggapi hal itu, Ketua Bidang Komunikasi dan Publikasi GAPKI Kalimantan Tengah (Kalteng), Siswanto, menilai bahwa pencabutan Hak Guna Usaha (HGU) tidak bisa serta merta begitu saja. Karena untuk mendapatkan izin HGU, banyak tahapan dan syarat yang harus dipenuhi. Sehingga dalam pencabutannya harus melalui sejumlah proses tahapan, tidak bisa secara kolektif.
Mengingat saat mendapatkan izin dari awal sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku, maka seharusnya KLHK tidak bisa mencabut izin perusahaan pemegang HGU. Sebab, investor termasuk perusahaan perkebunan kelapa sawit dilindungi Undang-Undang (UU) tentang Investasi. Seharusnya KLHK berupaya mempermudah investasi dan pembangunan ekonomi, serta menciptakan lapangan pekerjaan dan menjamin pekerja tetap dapat bekerja.
“Saya hanya menyayangkan keputusan dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan itu. Jangan sampai malah bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang telah mengubah kewenangan Menteri Kehutanan dalam pasal 4 ayat (3) UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,” jelasnya dalam press release yang diterima inikalteng.com, Minggu (9/1/2022).
Adanya pencabutan konsesi kawasan itu, Siswanto menilai hanya akan menimbulkan konflik baru di sektor perkebunan kelapa sawit. Tentunya berkaitan dengan nasib ratusan ribu karyawan dan keluarganya yang menggantungkan hidupnya di perkebunan kelapa sawit tersebut. Karena dikhawatirkan akan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Belum lagi perkebunan kelapa sawit yang masih memiliki tanggungan di bank, maka akan terjadi kredit macet skala besar.
“Dampak pencabutan itu akan sangat luas, tidak hanya bagi masyarakat melainkan juga bagi sejumlah kalangan. Pasca terbitnya HGU, maka KLHK tidak memiliki kewenangan lagi menarik kembali izin yang telah dikeluarkan, setidaknya ada proses seandainya memang terpaksa mencabut izin tersebut,” ucapnya.
Siswanto menambahkan, saat ini di Kalteng saja terdapat sekitar 355.740 tenaga kerja perkebunan kelapa sawit. Sedangkan untuk se-Indonesia, tentu jumlahnya mencapai jutaan orang. Lantas, apa yang dilakukan saat ekonomi baru saja bangkit dari dampak covid-19, tiba-tiba terjadi PHK massal.
“Seharusnya ini menjadi salah satu pertimbangan juga, nasib ratusan ribu bahkan jutaan tenaga kerja ini mau diapakan? Selama ini mereka bergantung hidup dari perkebunan kelapa sawit. Apabila perkebunan kelapa sawit tempat mereka bekerja ditutup, lantas mau ke mana lagi? Semua mengetahui bahwa saat ini ekonomi sedang sulit akibat dampak covid-19,” tandasnya. (*/red1)
Komentar