Haris : Saatnya Fokus Pada Persoalan Perusahaan Pers
PALANGKA RAYA – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kalteng, memberikan apresiasi terhadap Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) yang telah secara resmi masuk sebagai konstituen Dewan Pers. Hal itu tentu memberikan ruang besar kepada perusahaan pers, untuk memilih organisasi yang cocok sebagai wadah bernaung.
Ketua PWI Kalteng HM Haris Sadikin, Senin (25/5/2020), menjelaskan, SMSI merupakan organisasi perusahaan pers kelima yang menjadi konstituen Dewan Pers. Sebelumnya ada Perkumpulan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI), Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI), Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), dan Serikat Perusahaan Pers (SPS).
“Dengan masuknya SMSI sebagai konstituen Dewan Pers, memberikan ruang bagi perusahaan pers berorganisasi. Dulu organisasi perusahaan pers terbatas, yang biasanya untuk media cetak dan online lebih banyak bergabung di SPS. Sekarang mereka bisa memilih antara SPS dan SMSI,” ujarnya.
Haris berpendapat, antara SPS maupun SMSI mempunyai histori tersendiri. Keduanya merupakan organisasi perusahaan pers yang pendiriannya tidak lepas dari PWI. SPS berdiri pada 1947 yang diinisiasi oleh PWI, dan pada 17 Maret 2017 PWI kembali menginisasi pendirian SMSI.
Artinya, baik SPS maupun SMSI merupakan organisasi perusahaan pers yang punya hubungan dekat dengan PWI. Tetapi, fungsi dan tugas antara PWI maupun SMSI serta SPS berbeda.
Di mana PWI lebih berperan dalam penataan profesi kewartawaan. Sedangkan SPS dan SMSI, lebih fokus pada pembinaan dan persoalan yang dihadapi perusahaan pers.
“Perlu diperjelas, SMSI dan SPS organisasi perusahaan pers, PWI organisasi profesi wartawan. Salah kaprah kalau SMSI dan SPS anggotanya wartawan, karena keanggotaan SMSI dan SPS adalah perusahaan pers yang idealnya diisi direktur, pemimpin perusahaan, atau orang yang dimandatkan perusahaan pers. Karena anggota SPS dan SMSI perusahaan media, bukan individu wartawan,” terang Haris.
Lebih lanjut dia menyatakan, siap bekerjasama dengan SMSI maupun SPS dalam menyelesaikan persoalan pers di Kalteng. Namun disesuaikan dengan peran masing-masing, tidak saling mendahului, apalagi mengambil peran yang bukan menjadi bagian tugasnya. Artinya SMSI dan SPS silahkan fokus pada persoalan perusahaan pers, karena PWI akan lebih fokus pada persoalan pembinaan profesi wartawannya.
Tugas berat sedang menanti SMSI, salah satunya ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di sejumlah perusahaan media. Persoalan lain, ancaman perusahaan media yang gulung tikar, akibat covid-19.
“Itu tugas berat SMSI ke depan. Bagaimana menyelamatkan perusahaan media dari ancaman ‘gulung tikar’. Jangan sampai SMSI bersuka cita, tetapi justru perusahaan pers di Kalteng banyak yang bangkrut. Karyawannya banyak di PHK atau dirumahkan,” tegas Haris.
Ancaman kehancuran perusahaan pers, imbuhnya, bukan isu baru. Isu tersebut sudah bergulir sejak pandemi covid-19 mencuat, tetapi belum ada solusi yang diambil. Sekarang saatnya SMSI dan SPS berperan menyelamatkan perusahaan media dari ancaman kebangkrutan, misalnya mengupayakan bagaimana belanja media di pemerintah daerah tetap ada.
“Kalau belanja media di Pemda tetap ada, itu menjadi angin segar bagi perusahaan media. Selain itu langkah yang perlu dilakukan SMSI, mengupayakan diskon listrik 50 persen untuk perusahaan media. Membantu perusahaan media, agar mendapatkan relaksasi PPH23 dan PPN, maupun relaksasi kredit di perbankan,” ungkapnya.
Terlebih jika SMSI mampu mengupayakan kredit perbankan dengan suku bunga ringan bagi perusahaan pers. Itu menjadi langkah luar biasa. “Itu tugas berat SMSI ke depan, termasuk SMSI di Kalteng,” tutup Haris Sadikin. (red)