Penulis : Khairul Saleh
TETES demi tetes peluh bercucuran membasahi seragam. Tak kenal waktu pagi, siang, sore bahkan malam. Seolah mengabaikan terpaan terik panas matahari dan rintik air hujan. Mereka merasa lelah, namun pantang berhenti berjuang.
Bukan bersenjatakan senapan bak di medan perang, namun mereka hanya mengandalkan palu, cangkul, kapak, parang dan peralatan pendukung lainnya untuk menyelesaikan pekerjaan. Material lain yang digenggam bukanlah peluru, bukan juga peledak. Akan tetapi, paku, serpihan kayu, kuas cat dan bambu. Mereka berpacu dengan waktu.
Ibaratkan zat, perjuangan mereka adalah tetesan-tetesan air. Air yang akan mengisi sebuah wadah. Wadahnya adalah cawan. Ketika cawan itu penuh terisi air, air itulah yang diberikan kepada rakyat yang di minum untuk melepas dahaga. Bukan dahaga untuk raga namun rasa haus akan pemerataan pembangunan. Yaitu pembangunan infrastruktur dan sumber daya manusia.
Mahakarya tidak seutuhnya bermakna ciptaan yang besar nan megah. Mahakarya secara hakiki dapat merujuk pada hasil yang memberi dampak besar terhadap perubahan. Baik perubahan infrastruktur, menambah pengetahuan serta menunjukkan nilai peduli kemanusiaan yang inspiratif. Mahakarya dapat menjadi pelipur lara bagi hati rakyat. Sang serdadu hadir untuk mewujudkan mahakarya itu.
Begitulah sedikit gambaran aktifitas dan pengabdian hari demi hari yang dijalani personil Satgas Kodim 1019/Katingan bersama warga Desa Tumbang Panggo, Kecamatan Tasik Payawan, Kabupaten Katingan, Provinsi Kalimantan Tengah. Keberpaduan prajurit bersama masyarakat itu dibungkus dalam program TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD) Reguler ke 123 tahun 2025. Kegiatan berjalan dalam kurun waktu sebulan.