Sejumlah Kebun Sawit Dinilai Hambat Listrik Masuk Desa di Bukit Santuai

SAMPIT, inikalteng.com – Wakil Ketua  Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kotawaringin Timur (Kotim) Hairis Salamad, berkomitmen untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat, khususnya di Kecamatan Bukit Santuai yang daerahnya hingga kini belum teraliri listrik.

Hal itu disampaikan Hairis menanggapi kunjungan sejumlah kepala desa dari Kecamatan Bukit Santuai beberapa waktu lalu, yang menyebutkan ada perusahaan perkebunan kelapa sawit di daerah tersebut yang dinilai menjadi penghambat masuknya jaringan listrik ke desa. Sehingga masyarakat desa meminta DPRD Kotim agar mendesak pihak perusahaan itu memberikan kesempatan bagi PLN memasang jaringan listrik yang melintasi areal perkebunan.

Baca Juga :  Kecamatan Teweh Tengah Pertahankan Gelar Juara Umum MTQ

“PLN dari Palangka Raya sudah melakukan penetapan titik koordinat rencana jaringan PLN, dan masyarakat desa juga berharap dukungan perkebunan kelapa sawit, khususnya perusahaan PT AWL dan PT BAT yang ada di daerah itu agar mengizinkan pemasangan jaringan listrik di kebunnya,” ujar Hairis di Sampit, Rabu (6/4/2022).

Baca Juga :  Dewan Pertanyakan Pengawasan Distribusi Pupuk Subsidi

Disebutkan, beberapa desa yang belum teraliri listrik di daerah itu yakni Desa Bukit Tanah Haluan, Desa Keminting dan Desa Tumbang Torung. Sehingga diharapkan pihak perusahaan kelapa sawit memfasilitasi masuknya jaringan listrik PLN ke desa-desa di Kecamatan Bukit Santuai.

“Apabila perusahaan tidak mau membantu masyarakat, maka DPRD akan memanggil kedua perusahaan tersebut. Perusahaan adalah mitra desa dan investasinya di wilayah desa. Investasi jangka panjang harus memberikan dampak positif bagi pemerintahan dan masyarakat. Masyarakat berharap jangan sampai ada ketimpangan sosial dan ekonomi,” kata Hairis.

Baca Juga :  Setiap Desa di Kotim Harus Punya Database Lahan

Diungkapkan, masyarakat setempat mengeluhkan bahwa selama ini sebagian mereka terpaksa menggunakan genset dan tenaga surya, namun itupun sangat terbatas. “Sudah tinggalnya di pelosok, biaya hidup bertambah mahal karena perlu BBM dan lain sebagainya,” imbuh Hairis. (ya/red1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

BACA JUGA