BOGOR, inikalteng.com – Komite II Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) mengusulkan perubahan Undang Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B).
Langkah itu diambil, sebagai upaya memperjuangkan dan menyelamatkan sektor pertanian yang dalam beberapa tahun terakhir banyak terjadi alih fungsi lahan pertanian.
Pada Senin (20/5/2024), dalam uji sahih yang digelar di Institut Pertanian Bogor, Komite II DPD RI menggali berbagai isu lain terkait PLP2B. Mendiskusikan berbagai usulan alternatif untuk memperkuat agenda perlindungan terhadap lahan pangan berkelanjutan. Termasuk menyiapkan konsepsi tentang pangan yang lebih kuat, penataan kewenangan pusat dan daerah, hingga berbagai usulan pengaturan yang lebih kuat mendorong realisasi PLP2B.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada 2022, setiap tahunnya terjadi alih fungsi lahan pertanian sekitar 60.000 – 80.000 hektar per tahun. Tak hanya alih fungsi lahan, tren alih fungsi profesi petani pun terjadi. Tercatat jumlah petani muda yang berumur 19– 39 tahun hanya sebanyak 21,93 persen merujuk pada Sensus Pertanian 2023 lalu.
Terkait hal ini, Anggota Komite II DPD RI, Agustin Teras Narang menyampaikan, salah satu isu penting dari masalah pertanian yang dapat berdampak secara multisektor untuk kehidupan sebagai negara. Sebab itu, Komite II DPD RI mencari solusi untuk menjaga sektor pertanian, untuk dapat terus berkembang demi ketahanan dan kedaulatan pangan nasional.
“Sebagai catatan, saat ini luas baku sawah kita baru di kisaran 7,46 juta Ha, dengan sebagian besar atau 47% berada di Pulau Jawa, disusul Sumatera (24 %), lalu Sulawesi (13 %), Kalimantan (10 %), Nusa Tenggara-Bali (6 %), dan Maluku dan Papua (1 %),” ungkap Teras.
Sementara itu Senator DPD RI asal Provinsi Kalimantan Tengah ini menyebut, untuk LP2B belum hadir di seluruh daerah. Baru sekitar 370 daerah dari total 508 daerah yang memiliki LP2B.
“Saya juga berharap Kalimantan Tengah sungguh diberi atensi oleh pemerintah pusat. Mengingat upaya pemerintah pusat, sejak orde baru hingga saat ini belum dapat dikatakan berhasil meski luas lahan potensial di daerah kita termasuk besar,” kata Teras.
Mantan Gubernur Kalteng periode 2005-2010 dan 2010-2015 ini membeberkan, luasan lahan lebih dari 1 juta hektare, dari data yang pernah diteliti Pemprov Kalteng dengan dukungan pemerintah Belanda waktu itu, hanya terdapat sekitar 350 ribu hektare yang bisa diolah. Sisanya bergantung pada inovasi teknologi untuk mengatasi keasaman lahan hingga pengelolaan saluran irigasinya.
Kondisi ini ditegaskan Teras sangat serius, bila tidak ada langkah konkrit yang diambil pemerintah pusat dan daerah dalam melindungi LP2B, terlebih lagi memodernisasi dan menata sektor pertanian agar bisa menjanjikan bagi generasi muda.
Selain itu ditambahnya, perlu semacam peta jalan swasembada pangan yang mesti menjadi rujukan pemerintah lintas kepemimpinan, agar ada aspek keberlanjutan dalam mengatasi masalah di lapangan yang kerap tak sejalan dengan arah pemerintah pusat.
“Tanpa pendekatan holistik dan terintegrasi demikian, sektor pertanian kita bisa semakin tertinggal dan ini merupakan ancaman bagi ketahanan dan kedaulatan pangan nasional kita,” ujar Teras.
Penulis: rilis tim Teras
editor : Adinata
Komentar