Tangkal Sengketa Lahan, Desa Harus Punya Database

SAMPIT, inikalteng.com – Anggota DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) H Abdul Kadir meminta agar pihak kelurahan dan kepala desa (kades) dapat menjadi tempat pertama untuk menangkal sengketa lahan yang sering terjadi di Kotim.

Karena pengadministrasian pertama kali dilakukan dari tingkat kelurahan dan kepala desa. Sehingga sudah seharusnya merekalah yang menjadi wadah pertama penyelesaian sengketa lahan.

“Kami meminta setiap desa harus punya database untuk lahan yang sudah dilakukan pengadminitrasian, sehingga ketika ada yang mengajukan di lokasi yang sama bisa diketahui dan dicegah agar tidak menimbulkan konflik,” ujar Abdul Kadir,

Baca Juga :  Kawasan HP di Kotim Terancam Habis

Abdul Kadir juga mengatakan sekarang ini untuk pengolahan data di desa sudah harus terkomputerisasi, kemajuan zaman sekarang harus digunakan, karena database itu bisa aman dan bertahan lama sampai puluhan tahun kedepannya.

“Sekarang zaman sudah maju, jadi jangan hanya mengandalkan administrasi yang diolah secara manual saja, karena data itu bisa hilang, kalau pengolahan data melalui kompeter data tersebut bisa disimpan lama,” terangnya.

Baca Juga :  Perbaikan Jalan dengan Cara Ditimbun Hanya Buang Anggaran

Politisi Partai Golkar ini juga mendorong agar di semua desa yang ada di Kabuapten Kotim ada transformasi pengelolaan dan invesntarisasi tanah di wilayah desa masing-masing, sehingga ketika ada pergantian kepemimpinan dan aparatur desa mereka sudah memiliki data dan jadi acuan dalam menyetujui usulan masyarakat.

“Saat ini masih banyak desa hanya mengandalkan pencatatan manual di buku induk atau register saja, Karena tidak tersistem rapi, surat dan objek tanah yang diterbitkan itu tidak ada dalam database desa secara komputer. Ini yang kadang menimbulkan persoalan sengketa lahan,” ucap Abdul Kadir.

Baca Juga :  Genjot Infrastruktur di Kecamatan Tewang Sanggalang Garing

Dikatakan, sengketa lahan antar warga ini memiliki legalitas sama seperti surat kepemilikan tanah (SKT) dan dikeluarkan desa yang sama pula. Persoalan tumpang tindih ini menyebabkan rentan terjadi konflik pertanahan di daerah ini. (ya/red1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

BACA JUGA