PALANGKA RAYA, inikalteng.com – Anggota DPD RI Dapil Kalteng Agustin Teras Narang mengapresiasi inisiatif Kantor Pertanahan Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) bersama Pemerintahan Kabupaten Kotim dalam menghadirkan program Kampung Reforma Agraria. Program ini sebagai model pembangunan kesadaran serta gerak bersama mensukseskan program sertipikasi lahan.
“Program Kampung Reforma Agraria yang digagas bersama juga kiranya menjadi percontohan bagi kabupaten kota lainnya, sehingga penyadartahuan akan isu pertanahan bisa bermanfaat bagi masyarakat luas”, kata Teras usai kegiatan reses dengan jajaran Badan Pertanahan Kabupaten Kotim, Rabu (3/8/2022).
Teras mengaku, kolaborasi Kantor Pertanahan Kotim bersama Pemerintah Daerah setempat yang bisa menghasilkan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pertanahan sangat baik. Hal ini merupakan contoh kerja-kerja yang berdampak besar bagi masyarakat dan kemajuan daerah.
Lebih jauh diterangkan Teras, menurut informasi dari Kepala Kantor Pertanahan Kotim Jhonsen Ginting, luas wilayah Kabupaten Kotim sekitar 15.543 km2 atau 1,5 juta ha atau 10,12 persen dari luas Kalteng. Terdiri dari 17 kecamatan, 168 desa dan 17 kelurahan.
Di wilayah ini kawasan hutan sekitar 80 persen dan sisanya Area Penggunaan Lain (APL) yang setara dengan 303,60 km persegi. Di luar HGU, hitungan sementara untuk APL yang bersertipikat telah mencapai 51,34 persen, dengan tantangan antusiasme masyarakat yang masih perlu ditingkatkan untuk penyelesaian sertipikasi.
“BPN Kotim menyampaikan bahwa seyogianya produk sertipikasi saat ini belum dapat disebut sebagai produk hukum karena masih dalam fase pendaftaran tanah. Program yang sejatinya baik ini, memiliki tantangan dalam penyelesaiannya karena target yang meningkat pesat dan mesti diselesaikan pula hingga paling tidak akhir 2025 dengan tenaga di Badan Pertanahan Nasional yang juga terbatas,” jelas Teras.
Keterbatasan ini sambungnya, disebut kadang menimbulkan kekeliruan administrasi yang tak jarang berujung pada ancaman pidana. Sehingga oleh Kepala Kantor Pertanahan Kotim, diharapkan proses administrasi yang keliru diselesaikan secara administrasi pula.
Sementara terkait mafia tanah, disampaikan bahwa umumnya modusnya antara lain pembuatan akta yang palsu, pelaku mengincar tanah kosong bersertipikat tapi tidak dijaga, mengincar tanah kosong yang belum bersertipikat yang datanya tidak masuk ke BPN, lalu saat proses PTSL ada kesengajaan rekayasa data, dan penyalahgunaan akun aplikasi di jajaran Badan Pertanahan Nasional. “Untuk itu tentu saja masyarakat dihimbau untuk mencegah terjadinya praktik mafia tanah ini dengan aktif datang ke Kantor Pertanahanan untuk validasi dan kontrol aset tanahnya”, ajak Gubernur Kalteng periode 2005-2015 itu.
Sementara terkait dengan perkebunan plasma yang berisi kewajiban pelepasan 20 persen area Hak Guna Usaha (HGU) bagi masyarakat, disampaikan pula masih ada bias informasi yang mesti disosialisasikan dengan baik pada masyarakat untuk mencegah konflik. Belum lagi ada kekosongan hukum soal kewenangan pengelolaan 20 persen area HGU akan dikelola oleh pihak mana.
“Sehingga hal ini menjadi tantangan tersendiri dalam menghadirkan situasi kondusif bagi kemitraan antara pelaku investasi dengan masyarakat”, ungkap Teras.
Teras mengharapkan Pemerintah pusat memberi perhatian atas masalah ini dan mengisi kekosongan aturan yang dapat memicu potensi konflik di masyarakat. Hal itu sebagaimana waktu dirinya menjabat sebagai Gubernur Kalteng, pemerintahan daerah pernah menerbitkan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pembentukan Usaha Perkebunan Berkelanjutan.
“Jauh sebelum pemerintah pusat memikirkan, kita telah memikirkan bagaimana agar perkebunan plasma bisa menghadirkan keadilan bagi semua dan tentu saja prinsipnya berkelanjutan”, pungkas Teras. (tim/red4)
Komentar