PALANGKA RAYA, inikalteng.com – Dampak kabut asap yang disebabkan oleh kebakaran hutan dan lahan sangat merugikan bagi kehidupan manusia. Kabut asap melumpuhkan berbagai sisi kehidupan, baik itu kesehatan, ekonomi, pendidikan, sosial, lingkungan hidup dan sebagainya.
Diketahui, kebakaran lahan dan hutan terbesar terjadi sekitar tahun 2015 di sejumlah wilayah di Indonesia, termasuk Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng). Masyarakat Kalteng pernah merasakan dampak yang luar biasa akibat kabut asap dari kebakaran hutan dan lahan pada waktu itu.
Dalam momen pertemuan dengan korban kabut asap tahun 2015 di Kalteng dan Koalisi Indonesia Bebas Asap, Selasa (11/10/2022), Anggota DPD RI Agustin Teras Narang berbagi pengalaman terkait penanganan kabut asap yang dipicu kebakaran hutan dan lahan pada periode kepemimpinannya sebagai Gubernur Kalteng.
Menurut Teras, krisis kabut asap merupakan krisis kompleks yang merugikan banyak pihak. Krisis kabut asap mempengaruhi faktor ekonomi, sosial, kesehatan, lingkungan hidup, politik, hukum, hingga hak azasi manusia.
“Krisis asap berdampak besar pada kesehatan yang memicu kematian dalam beberapa kasus terjadi, termasuk di Provinsi Kalimantan Tengah. Krisis kabut asap, tidak hanya menjadi isu kepentingan nasional namun juga menjadi perhatian masyarakat secara global,” jelasnya.
Teras pun bercerita semasa menjabat sebagai Gubernur Kalteng periode 2005 hingga 2015, bagaimana berupaya menanggulangi kebakaran hutan dan lahan, salah satunya dengan mengeluarkan Peraturan Gubernur Kalteng Nomor 77 Tahun 2005 dan Pergub Nomor 78 Tahun 2005.
Kedua Pergub ini sebagai tindak lanjut dari Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2003 tentang pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Kemudian pada tahun 2007, dikeluarkan Instruksi Gubernur Kalteng Nomor 364/1337/DISTAN/2007 tentang larangan tegas aktivitas pembakaran hutan, lahan dan pekarangan tanpa terkecuali.
Seiring berjalannya waktu, sambung Teras, muncul keluhan dari masyarakat Dayak peladang yang sudah turun temurun membuka ladang dengan metode tradisional akibat adanya aturan larangan membakar lahan dan pekarangan.
“Sehingga dikeluarkan Pergub Kalteng nomor 52 Tahun 2008 tentang pedoman pembukaan lahan dan pekarangan bagi masyarakat di Kalteng yang memuat ketentuan membuka lahan dengan cara membakar, khusus bagi masyarakat peladang dengan izin dan petunjuk khusus,” terang dia.
Namun ditegaskan Teras, Pergub tersebut tidak berlaku bagi korporasi yang ingin melakukan pembukaan lahan (land clearing). Pergub Nomor 52 Tahun 2008 dengan perubahan Pergub Nomor 15 Tahun 2010 bertujuan untuk memberikan rasa keadilan sosial kepada masyarakat peladang. (adn/red4)