PALANGKA RAYA, inikalteng.com – Anggota DPD RI Dapil Kalteng Agustin Teras Narang berharap kepada pemerintah dan DPR RI agar dalam pembuatan perubahan Rancangan Undang Undang (RUU) tentang Provinsi Kalteng dapat mengakomodir kepentingan daerah setempat. Beberapa isu tersebut seperti kebijakan pembangunan berkelanjutan, kebijakan lahan, kebijakan masyarakat Adat, serta kebijakan pembangunan sektor non sumber daya alam.
Demikian hal tersebut dikemukakan Teras saat kegiatan reses DPD RI dengan sejumlah lembaga swadaya kemasyarakatan dan organisasi lingkungan di Provinsi kalteng melalui sarana virtual, Selasa (8/3/2022).
Menurut Teras, beberapa isu yang cukup penting menjadi substansi dalam RUU tentang Provinsi Kalteng adalah permasalahan-permasalahan yang dialami oleh masyarakat Kalteng yang sampai pada saat ini perlu mendapat perhatian, baik bagi Pemerintah maupun Pemerintah Daerah.
“Tentunya dengan terakomodir persoalan-persoalan tersebut dalam materi muatan RUU ini, membuktikan bahwa Negara hadir dalam penyelesaian persoalan pada tingkat tapak,” sebut Gubernur Kalteng periode 2005-2015 ini.
Teras juga memaparkan, Kalteng dengan luas wilayah yang cukup besar dengan hampir 80% di dominasi oleh kawasan hutan. Keadaan alam dan luasnya lahan membuat sedikit banyak ada keleluasaan bagi pemerintah maupun pemerintah daerah dalam membuat kebijakan pembangunan di Kalteng.
Ditambah lagi ujarnya, Kalteng sendiri menjadi salah satu tempat yang sangat dilirik oleh investor-investor,khususnya yang bergerak dalam hal sumber daya alam (SDA). Potensi besar SDA yang dimiliki Provinsi Kalteng secara tidak langsung menjadi pekerjaan rumah yang penting bagi pemerintah maupun pemerintah daerah.
Teras juga menekankan peningkatan perekonomian melalui fasilitasi kepada investor merupakan salah satu perhatian dalam pemerintahan era sekarang. Tentunya wajib tertuang dalam RUU tentang Provinsi Kalteng, dimana agar adanya konsistensi dan sinergitas kebijakan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah terbawah nantinya.
“Hanya saja akibat kebijakan kemudahan berinvestasi ini terkadang melupakan tujuan Pembukaan UUD 1945 tadi yaitu,melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,dan mencerdaskan kehidupan bangsa,” imbuhnya.
Menurut Teras, investasi yang menjadi fokus utama seringkali hanya bagaimana investasi tersebut bisa meningkatkan perekonomian secara makro, sedangkan skala mikronya menjadi tujuan sekunder. Hal ini terbukti dengan banyaknya investasi di Provinsi Kalteng hingga sekarang hanya bergerak sampai dengan bahan mentah saja.
“Ambil contoh perkebunan sawit, perusahaan HPH, atau perusahaan pertambangan batubara, emas, biji besi dan lain sebagainya. Begitu banyaknya investasi di jenis usaha-usaha tersebut, tetapi hampir tidak ada yang membangun atau berinvestasi dalam industri hilir dari jenis-jenis usaha tersebut. Ini tentunya sangat berpengaruh terhadap peningkatan perekonomian bagi masyarakat Kalteng sendiri. Akhirnya keadaan ini menjadi bukti nyata terhadap ungkapan bahwa daerah yang hanya bisa menyediakan bahan baku, masyarakatnya tidak akan pernah kaya,” beber Teras.
Ia pun meminta dalam RUU tentang Provinsi Kalteng memuat materi dimana adanya suatu keharusan dalam membangun industri hilir dari SDA yang memiliki potensi besar yang dihasilkan dari Provinsi Kalteng. Kebijakan ini dapat saja diberikan kebebasan apakah sektor swasta yang akan melakukannya, atau bahkan BUMD sebagai salah satu pilar pembangunan Daerah diberikan kesempatan untuk terlibat dan berperan serta langsung dalam pembangunan daerah.
Kemudian tak kalah pentingnya berkenaan dengan isu lahan. Teras menekankan kebijakan terhadap lahan yang terbatas harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk masyarakat Kalteng sebagai prioritas. Dicontohkan dibeberapa daerah yang menjadi pesoalan adalah lahan Area Penggunaan Lain (APL) yang menjadi kewenangan pemerintah daerah, masih diberikan secara dominan untuk investor-investor atau perusahaan-perusahaan SDA.
“Secara tidak langsung ini merupakan potensi besar sumber gesekan antara masyarakat lokal dengan pelaku-pelaku usaha yang mayoritas adalah orang luar Kalteng. Hal inilah yang perlu diatur dalam RUU tentang Provinsi Kalteng, bagaimana pengambilan kebijakan terhadap lahan khususnya APL yang harus memiliki kepastian hukum dan kemanfaatan, bahwa alam kawasan APL masyarakat lokal merupakan subjek prioritas dalam pengambilan kebijakan penggunaan lahan,” jelas Teras.
Selain itu, isu masyarakat Adat juga tidak kalah penting diatur. Dimana masyarakat Kalteng sebagian besar sangat terikat dengan budaya nenek moyang. “Belom Bahadat” sebagai semboyan hidup sangat mendarah daging dalam denyut kehidupan sosial di masyarakat Kalteng. Hal ini harus jadi perhatian Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah yang memiliki kewajiban mengakui dan melindungi keberadaan masyarakat adat ini sesuai yang diamanatkan UUD 1945.
Kemudian sektor lain yang mesti menjadi perhatian disebut Teras adalah sektor non SDA. Perlu ada pengaturan khusus dalam RUU tentang Provinsi Kalteng mengenai kewajiban bagi Pemerintah Daerah dalam melakukan perencanaan pembangunan daerah, menjadikan sektor non sumber daya alam menjadi salah satu prioritas pembangunan.
“Dalam pembangunan sektor non sumber daya alam hampir dapat dipastikan yang terlibat atau pelakunya adalah langsung masyarakat Kalteng sendiri. Ini tentunya akan berdampat positif, baik dari sisi perekonomian masyarakat, bahkan sampai dengan pembangunan kualitas masyarakat itu sendiri,” kata Teras. (ist/red4)