oleh

“80 HARI MENJELANG PELANTIKAN PRABOWO-GIBRAN“

SAYA MEMILIH GAMA, NAMUN MENGHORMATI KEMENANGAN PRABOWO-GIBRAN

Selaku Warga Negara Indonesia yang berprofesi sebagai Wartawan dan menjunjung tinggi demokrasi, saya sudah melaksanakan hak dan kewajiban saya untuk menyumbangkan suara dalam Pemilu tahun 2024.

Untuk Presiden serta wakil Presiden, saya menjatuhkan pilihan dengan memilih pasangan Ganjar-Mahfud.

Namun Ketika Komisi Pemilihan Umum mengumumkan pasangan Prabowo-Gibran berhasil meraih suara terbanyak dan akan dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2024-2029, pada tanggal 20 Oktober 2024. Saya sangat menghormati kemenangan mereka dan siap mendukung jalannya pemerintahan sesuai profesi dan keberadaan saya.

Namun Izinkan saya, sedikit menengok ke belakang dan menyampaikan isi hati dan sikap, Ketika Mahkamah Konstitusi diduga “memuluskan jalan“, agar Gibran yang notabene anak Presiden Joko Widodo bisa memenuhi syarat untuk menjadi Calon Wakil Presiden.

Dengan Mengutip berbagai sumber dan menyimpulkannya, “putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan calon presiden dan wakil presiden di republik ini, tidak lagi bergantung pada bilangan minimal usia 40 tahun, tetapi memiliki pengalaman empirik, pernah atau sedang menjadi pejabat yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk kepala daerah, diduga menjadi keputusan yang berbau kepentingan kelompok“.

Baca Juga :  Cegah Stunting, Ibu Hami Diberikan Makanan Tambahan

Karena yang menjadi ketua Mahkamah Konstitusi dan ikut menangani gugatan tersebut adalah Anwar Usman, yang nota bene adalah Pamannya Gibran (istri Anwar Usman, adik kandung Joko Widodo, Presiden RI, yang juga ayahnya Gibran), sehingga putusan tersebut disoal oleh banyak kalangan dan diduga melanggar etika.

Mengutip berbagai sumber :

Serupa dengan hakim MA, pada dasarnya hakim MK dalam menangani suatu perkara juga harus menghindari adanya konflik kepentingan keluarga. Hal ini terdapat di beberapa prinsip yang diatur dalam Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagai berikut:

  1. Prinsip Ketakberpihakan

Ketakberpihakan merupakan prinsip yang melekat dalam hakikat fungsi hakim konstitusi sebagai pihak yang diharapkan memberikan pemecahan terhadap setiap perkara yang diajukan ke Mahkamah. Ketakberpihakan mencakup sikap netral, disertai penghayatan yang mendalam akan pentingnya keseimbangan antar kepentingan yang terkait dengan perkara (hal. 7).

Salah satu penerapan prinsip ketakberpihakan adalah hakim konstitusi (kecuali mengakibatkan tidak terpenuhinya kuorum untuk melakukan persidangan) harus mengundurkan diri dari pemeriksaan suatu perkara apabila hakim tersebut tidak dapat atau dianggap tidak dapat bersikap tak berpihak karena alasan-alasan di bawah ini (hal. 8):

Baca Juga :  Ketua STIH-TB : Kasus Penggelapan tidak Ada Kaitannya dengan Hukum Adat
  1. Hakim konstitusi tersebut nyata-nyata mempunyai prasangka terhadap salah satu pihak; dan/atau
  2. Hakim konstitusi tersebut atau anggota keluarganya mempunyai kepentingan langsung terhadap putusan.

Anwar Usman, sang Paman Gibran, diduga tidak mematuhi kode etik saat menangani perkara/gugatan tersebut, dan dampak dari putusan kontrovesial tersebut, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), mencopot Anwar Usman sebagai ketua Mahkamah Konstitusi.

“Dalam pertimbangan Majelis Kehormatan MK berpandangan, hakim konstitusi secara negarawan harus muncul sense of ethics untuk berinisiatif mengundurkan diri ketika perkara yang ditangani punya benturan kepentingan dengan diri atau keluarganya.

Terkait putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, Izinkan penulis berandai-andai !!!

Andaikan saya Joko Widodo….

walaupun keputusan MK membuka jalan untuk anak saya bisa menjadi calon Wakil Presiden….

Maka sebagai wujud menghormati Konstitusi yang mengedepankan etika dan bukan hanya sekedar putusan, saya akan melarang anak saya memanfaatkan keputusan tersebut dan melarangnya ikut berkompetisi menjadi Calon Wakil Presiden.

Namun Sekali lagi, saya tetap menghormati sikap dan keputusan serta langkah juang Presiden Joko Widodo.

Baca Juga :  Kabupaten Kapuas Pecahkan 3 Rekor Muri Dalam Sehari

Sikap yang saya ambil terkait kemenangan pasangan Prabowo-Gibran adalah:

  • Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya, sebab tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah. (Roma 13 ayat 1)
  • Penjelasannya : Allah memerintahkan orang Kristen untuk taat kepada pemerintah, karena pemerintah merupakan lembaga yang didirikan dan ditetapkan oleh Allah. Allah telah mendirikan pemerintah karena di dalam dunia yang tercemar ini kita memerlukan pembatasan-pembatasan tertentu untuk melindungi kita dari kekacauan dan pelanggaran hukum.
  • Untuk menghormati pilihan mayoritas rakyat Indonesia, sebagai Jurnalis dan Penginjil saya mendukung sepenuhnya Pemerintahan yang sah hasil pesta Demokrasi.

Menutup tulisan ini, izinkan saya mengutip dari berbagai sumber, terkait indahnya perbedaan :

  1. “Jika Tuhan tidak menciptakan perbedaan, maka kita tak akan pernah belajar sesuatu.”
  2. “Menghargai dan merasa senang atas keberhasilan orang lain berarti meningkatkan harkat diri sendiri.”
  3. “Walaupun berbeda, setiap manusia tetap memiliki kebutuhan yang sama. Saling menghargai itu kunci keharmonisan.”

 

Salam hormat,

Sadagori Henoch Binti (Ririen Binti)

Jurnalis televisi yang tinggal di Kalteng

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

BACA JUGA