JAKARTA, inikalteng.com – Islam Nurul Yaqin, remaja asal Tasikmalaya Jawa Barat yang kerap disapa Islam ini, sebelumnya mengaku sudah tak berharap untuk bisa kuliah seperti teman-temannya. Biaya kuliah yang tinggi membuat Islam yakin bahwa ia tak ingin membebani Iyun, sang ayah, yang sehari-hari berprofesi sebagai pedagang kerupuk keliling.
“Saya sudah sempat mendaftar di Kampus Negeri dan diterima. Namun berat untuk mengambilnya karena dagangan ayah juga kian menurun setelah Pandemi COVID-19,” kenang Islam dalam Penganugerahan Beasiswa SEMESTA di Hari Kebangkitan Teknologi Nasional, Rabu (10/8/2022) pagi, yang dihadiri oleh CEO PT. Sentra Vidya Utama Sugianto Halim MMT dan Para Menteri serta Pejabat Tinggi Negara secara virtual.
Namun kegigihannya untuk berkuliah tak pernah memadamkan semangat Islam. Ia mengikuti rangkaian seleksi Beasiswa SEMESTA secara diam-diam tanpa sepengetahuan orang tuanya. Selama proses seleksi, Islam menunjukkan keahliannya dalam membuat aplikasi dan menginstallnya ke server online (docking) hanya dalam waktu semalam. Biasanya, proses menginstall suatu aplikasi online bisa berlangsung hingga berbulan-bulan.
Kemahirannya di bidang IT membuat Islam menjadi salah satu dari 50 pemenang Beasiswa SEMESTA. Beasiswa ini memberi kesempatan untuk berkuliah pada jurusan di Teknik Informatika (IT) di kampus seluruh Indonesia yang telah bekerjasama dengan SEVIMA, senilai total 1 miliar Rupiah. Sambil kuliah, pemenang juga akan mendapatkan kesempatan berkarya dan digaji oleh Education Technology SEVIMA (PT. Sentra Vidya Utama).
“Saya memilih berkuliah di Sistem Informasi Binus University. Jadi dengan Beasiswa SEMESTA ini, saya sambil kuliah, sambil bantu-bantulah kerja buat keluarga,” ungkap Islam.
Kenal IT Berawal dari Jaga Warnet Milik Saudara
Siapa sangka, perkenalan Islam di bidang IT dimulai dari tugas menjaga warung internet (warnet) milik saudara sejak kelas 6 SD. Hal-hal yang dilakukan anak bungsu dari pasangan Bapak Iyun dan Ibu Apong itu ketika di warnet awalnya relatif sederhana: memberi akses bagi pengguna, menjaga internet tetap nyala, hingga menarik karcis sewa komputer.
Rutinitas itu biasa dilakukan Islam selepas pulang sekolah. Namun satu tahun berlalu, Islam bosan dengan aktivitas di warnet yang itu-itu saja.
Islam akhirnya memanfaatkan waktu di warnet untuk belajar otodidak seputar jaringan komputer. Islam mencoba banyak hal: mulai dari mengotak-atik kabel di Warnet, mengubah sambungan internet, hingga simulasi jaringan yang lebih rumit menggunakan aplikasi Cisco Packet Tracer.
“Karena alat untuk jaringan yang bagus itu tidak murah, jadi bagaimana caranya saya belajar IT dengan murah, ya coba-coba pakai aplikasi simulasi yang ada di internet. Itu saya download dan coba-coba sendiri,” kenang Islam.
Rutinitas menjaga warnet dan belajar secara otodidak, berlanjut hingga Islam belajar IT di SMK Plus YSB Suryalaya. Salah satu SMK terbesar di Tasikmalaya milik Yayasan Pondok Pesantren Suryalaya.
Sambil bersekolah dan jaga warnet, Islam tetap membantu Bapak Iyun, sang ayah, yang berprofesi sebagai pedagang kerupuk keliling.
Karena dagang kerupuk dilakukan Bapak di Kota Bogor, jauh dari tempat tinggalnya di Tasikmalaya, Islam membantu dengan cara antar jemput sang ayah ke Terminal.
“Bapak biasanya enam minggu kerja di Bogor, satu-dua minggu pulang ke Tasikmalaya. Yang antar jemput ke Terminal Bis Ciawi Tasikmalaya, bahkan pernah malam-malam pun diantar naik sepeda motor, ya Islam dan kakaknya. Tapi Islam belum pernah ikut ke Bogor,” ungkap Ibu Apong.
Komentar