SAMPIT, inikalteng.com – Pelayanan kesehatan terhadap masyarakat yang masih tergolong buruk di Kecamatan Cempaga, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) hingga mencuat ke ruang publik, perlu mendapat perhatian serius dari instansi terkait. Karena disinyalir kondisi pelayanan serupa juga terjadi di fasilitas kesehatan (faskes) lainnya.
“Informasi mengenai buruknya pelayanan kesehatan di faskes milik pemerintah, sebenarnya bukan kali ini saja terjadi. Aada beberapa kasus di faskes tentang keluhan pelayanan masyarakat tetapi tidak diangkat di media, mulai dari lambannya pelayanan, tidak siapnya tenaga kesehatan di tempat pelayanan, dan penanganan pasien seperti kasus yang terjadi di salah satu faskes di Kecamatan Cempaga,” kata Anggota Komisi III DPRD Kotim, Riskon Fabiansyah di Sampit, Senin (31/1/2022), menanggapi informasi buruknya pelayanan kesehatan di Kotim yang kembali mencuat.
Untuk itu, tambah Riskon, ke depannya pembinaan dan monitoring dari Dinas Kesehatan (Dinkes) selaku pembina di lingkungan kesehatan, harus terus ditingkatkan. Monitoring pelayanan kesehatan masyarakat bukan hanya dilakukan di lingkungan faskes pemerintah saja, tetapi juga di faskes swasta. Seperti kejadian beberapa bulan lalu di mana masyarakat mengeluhkan tingginya biaya pelayanan bersalin di salah satu tempat praktik layanan kesehatan di Kota Sampit. Ini terjadi lantaran kurangnya pengawasan pemerintah.
“Hal ini juga menjadi PR bagi pemerintah dari melalui Dinkes agar kejadian serupa tidak terulang kembali. Pihak Puskesmas dan Rumah Sakit milik pemerintah hendaknya mendahulukan penanganan medis, apalagi untuk pasien yang harusnya ditangani secara cepat. Motto Pelayanan Prima itu, salah satu maksudnya adalah penanganan pasien terlebih dahulu baru ditanyakan biaya administrasinya. Kami berharap bukan hanya slogan saja,” tegas Riskon.
Dia mengingatkan, walaupun persoalan penanganan bayi di Kecamatan Cempaga itu sudah direkonsilisasi, namun pihaknya menekankan kepada Dinkes Kotim untuk menurunkan tim evaluasi guna melakukan investigasi pelayanan yang diberikan, apakah sesuai SOP atau justru melanggar. ”Dinkes harus segera melakukan pengecekan ke lapangan untuk mengumpulkan data apakah ada kesalahan SOP dalam penanganan pasien. Apabila memang ditemukan kesalahan SOP, maka perlu dilakukan penindakan sesuai kesalahannya,” ujar Riskon.
Berkaitan dengan masih ditemukannya warga kurang mampu yang belum terakomodir di program BPJS Kesehatan Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), menurut Riskon, pihaknya dari DPRD saat rapat beberapa waktu lalu, sudah meminta dan mendorong agar Dinkes Kotim melakukan pemetaan dan perbaikan data kepesertaan BPJS, supaya bisa tepat sasaran. “Karena berdasarkan catatan BPK di tahun 2020, masih ditemukan data yang tidak valid dan ganda. Sehingga dana pemerintah yang dianggarkan untuk BPJS Kesehatan cenderung tidak tepat sasaran,” tandas Riskon.(ya/red1)
Komentar