Hutan Adat Bisa Tangkal Perluasan Areal Perkebunan Besar

SAMPIT, inikalteng.com – Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), M Abadi, mendorong agar Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kotim segera mengajukan penetapan hutan adat di daerah setempat. Selain itu, juga mengajak masyarakat adat untuk terus menyuarakan hal tersebut, dengan harapan mendapat perhatian dari pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

“Saya mendorong komunitas masyatalat adat dan juga pemerintah daerah kita untuk segera mengajukan penetapan wilayah hutan adat kepada Kementerian LHK. Ini bisa dikatakan sifatnya mendesak, karena wilayah kita banyak ekspansi perkebunan yang terus menerus menyasar lahan masyarakat. Ini sebuah kekhawatiran kami jika kita tidak segera merealisasikan penetapan hutan adat itu sendiri,” tegas Abadi di Sampit, Senin (14/3/2022).

Baca Juga :  Inspektorat Diinstruksikan Masif Lakukan Pembinaan Desa

Penetapan dan pengakuan akan hutan adat sangatlah penting. Hal ini untuk mempersempit konflik atas tata kelola hutan di Kabupaten Kotim yang selama ini sering terjadi. Banyak konflik investasi yang terjadi akibat kurangnya keberpihakan kepada masyarakat adat.

Ditambahkan Abadi, penetapan status hutan adat dilakukan pemerintah sepanjang menurut kenyataannya masyarakat hukum adat yang bersangkutan masih ada dan diakui keberadaannya. Jika dalam perkembangannya masyarakat hukum adat yang bersangkutan tidak ada lagi, maka hak pengelolaan hutan adat kembali kepada pemerintah. Dengan adanya penetapan hutan adat di Kotim, maka pihak perusahaan besar tidak bisa sewenang-wenang melakukan pembabatan hingga penyerobotan lahan tersebut. Karena perbuatan perusahaan yang sewenang-wenang membabat hutan adat itu, akan dikenakan sanksi pidana dan termasuk perbuatan illegal.

Baca Juga :  Kalteng akan Lakukan Uji Laboratorium di Banjarbaru

“Hal itu karena masyarakat hukum adat selaku pemangku hutan adat dilindungi haknya untuk mengelola hutan adat dan mendapat perlindungan dari gangguan perusakan lingkungan. Selain itu, Undang-Undang Kehutanan mengamanatkan bahwa yang berhak atas pemanfaatan hutan adat adalah masyarakat hukum adat yang bersangkutan,” jelas Abadi.

Baca Juga :  Armada Pengangkut Sampah Harus Ditambah

Berkaitan dengan sanksi pidana, ditegaskan Abadi, bahwa perbuatan perusahaan yang membabat hutan adat tanpa izin, dipidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun, serta pidana denda paling sedikit Rp5 miliar dan paling banyak Rp15 miliar. Namun sayangnya, selama ini penetapan wilayah hutan adat masih dianggap sepele, padahal itu sangat penting. (ya/red1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

BACA JUGA