oleh

Investasi Lancar Karena Bekerja Dengan Hati

-Opini-334 views

Oleh : Sjarifuddin Hamid

Velolitas uang atau velocity of money diartikan sebagai percepatan uang berputar dalam sebuah perekonomian.

Bisa pula diartikan sebagai berapa kali uang berpindah tangan dari satu orang ke orang lain dalam rangka jual-beli barang atau jasa dalam suatu waktu tertentu.

Mereka yang mendalami ilmu ekonomi faham bahwa faktor pasar uang, pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi menentukan perputaran uang. Bisa cepat bisa lambat.

Artikel ini hanya membahas velositas uang dalam lingkup mikro karena tujuannya bukan membuat analisa moneter.

Manfaat Pabrik

Bayangkan pengaruh sebuah pabrik dengan 300 karyawan terhadap perekonomian lokal. Andaikan total gaji yang diterima seluruh karyawan berjumlah Rp900 juta per bulan. Ke mana uang itu akan mengalir atau bagaimana velositas uangnya?

Karyawan akan menggunakan gaji itu sesuai keperluan masing-masing. Ada yang untuk membeli makanan, minuman, membayar cicilan motor, membayar uang kontrakan, membeli pakaian atau asesoris. Diberikan kepada orang tua/sanak saudara dan sebagainya.

Sangat panjang, mata rantai manusia yang memperoleh manfaat dari gaji yang dibayar perusahaan kepada 300 karyawannya. Kadang tak terbayangkan di mana ujungnya.

Baca Juga :  Pj Bupati Lamandau Hadiri Penanaman 10.000 Pohon Bersama Polri

Seandainya pabrik berlokasi di Sampit, maka mereka yang turut merasakan manfaatnya sangat mungkin berada di Katingan, Banjarmasin, Lamandau, Pangkalan Bun, Cikarang, Jawa Barat atau di Tegal, Jawa Tengah.

Mereka itu petani. Pedagang beras/kelontong. Penjual ketoprak. Pedagang minuman. Acil atau amang penjual soto, gorengan atau ikan papuyuh. Sopir angkot. Buruh pabrik sepeda motor dan onderdil, aksesoris dan banyak lagi.

Untuk mudahnya penerima manfaat tidak langsung dari pabrik, bisa lebih dari tiga ribu orang, sedangkan velositas uangnya sepuluh kali. Agar lebih pasti, silahkan menghitung dengan menggunakan teori moneter dalam arti sempit maupun luas. Kemungkinan angka-angkanya lebih besar.

Itu baru dampak pengeluaran manajemen perusahaan untuk karyawan. Bagaimana dengan belanja perusahaan untuk bahan baku dan bahan baku penolong, proses produksi, distribusi produknya? Berapa kontribusi perusahaan untuk pendapatan asli daerah (PAD)? Berapa Corporate Social Responsibility-nya? Dan masih banyak lagi.

Dapat disimpulkan kehadiran perusahaan di daerah memberi dampak positif yang sangat banyak bagi penduduk dan lingkungan sekitar. Berkenaan dengan itu, jika ada rencana investasi membuat perkebunan, pertambangan, pabrik pengolahan produk dan sebagainya, wajar bila didukung. Bukan dirongrong.

Baca Juga :  Angka Kemiskinan di Tengah Pandemi Covid-19

Penulis pernah menjadi komisioner Komite Pelaksanaan dan Pemantauan Otonomi Daerah (KPPOD) selama lima tahun. Kemudian bulan lalu memperoleh penjelasan tentang hasil riset dan seminar gabungan, dan ternyata pengusaha masih sangat sulit mendirikan perusahaan dan merealisasikan investasi.

Rupanya di kalangan para pihak terkait masih berlaku pepatah… “Buat apa dipermudah jika bisa dipersulit. Buat apa dipersingkat bila bisa dibuat lebih lama”.

Ironis sekali. Padahal pengusaha kalau mau tak usah repot mendirikan pabrik. Harta pribadi sudah cukup buat berleha-leha. Piknik ke ujung dunia. Bersantai bersama anak dan cucu.

Terus Membenahi

Pemerintah dari waktu ke waktu terus memangkas jumlah perizinan dan jangka waktunya, tetapi hasilnya kurang memadai. Pengusaha asing di Cina yang tertekan akibat sanksi AS, bukannya menanam modal di Indonesia melainkan ke Vietnam. Di Vietnam, pengusaha mendapat karpet merah karena lahan sudah disediakan, buruhnya rajin dan peraturannya mendukung dunia usaha.

Incremental Capital Output Ratio (ICOR) atau rasio antara penambahan modal dan penambahan di Vietnam hanya 4,6 persen dengan pertumbuhan ekonomi 7%. Di Indonesia, ICOR 6,6% dengan pertumbuhan ekonomi 5,1%. Berarti Vietnam lebih efisien.

Baca Juga :  Kebohongan Demi Kebohongan

Pengusaha perlu satu hingga tiga tahun untuk merealisasikan proyeknya karena ada ratusan izin dari puluhan instansi di pusat dan daerah yang harus dipenuhi. Selain itu juga harus cari lahan sendiri.

Pemerintah tahun lalu mengeluarkan PP No.24/2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik yang memudahkan pelayanan terhadap pengusaha. Sistem ini memungkinkan pengusaha untuk mengurus perizinan dari mana saja karena sudah online.

Kenyataannya jauh panggang dari api. Kebanyakan provinsi/kabupaten/kota dengan berbagai alasan gagal melaksanakan materi PP yang dalam bahasa Inggrisnya dikenal Online Submission System (OSS).

Kegagalan ini dikuatkan dengan hasil riset KPPOD di enam provinsi dan enam kabupaten.

Cuma kabupaten Sidoardjo, Jawa Timur, yang dianggap berhasil. Penyebabnya, kata Deputi V Kemenko Bidang Perekonomian Bambang Adi Winarso, bekerja dengan hati.

Belakangan pemerintah berencana membuat Omnibus Law yang akan membabat pasal-pasal dalam 72 UU yang dianggap menghambat investasi. Perlu didukung!**

Penulis : Sjarifuddin Hamid, Jakarta.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

BACA JUGA