PALANGKA RAYA,inikalteng.com – Mantan Kadis Pertanian Barito Utara (Barut), Ir Setia Budi, terpidana dalam perkara tindak pidana korupsi peremajaan sawit, di Kabupaten Barut mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung, di Pengadilan Tipikor Palangka Raya, Kamis (18/7/2024).
Pasalnya dalam tingkat kasasi, Majelis Hakim yang diketuai Suharto dengan anggota Ansori dan Hakim Agung memvonis Setia Budi dengan hukuman tiga tahun penjara denda Rp 200 Juta subsidair tiga bulan kurungan.
Rusdi Agus Susanto selaku Penasehat Hukum (PH) Setia Budi mengatakan, alasan melakukan langkah PK karena menemukan bukti baru yang sekiranya dapat membebaskan atau melepaskan kliennya dari putusan bersalah pada tingkat Kasasi.
“Kami memiliki bukti baru yang dapat membebaskan atau melepaskan klien saya dari segala hukuman,” Tegas rusdi usai persidangan.
Ia juga menambahkan putusan kasasi yang didapat kliennya dianggap sebagai kehilafan hakim. Kemudian juga ditemukannya lima bukti baru yang belum dipertimbangkan sebelumnya.
“Ada lima bukti baru yang pertama klien saya telah pensiun sejak Juli 2020, sedangkan bukti transaksi pencairan dana yang diajukan oleh jaksa yakni pada tahun 2019 hingga 2022. Nah, jadi pertanyaannya, siapa yang bertanggung jawab dari 2020 hingga 2022 sedang klien kami sudah pensiun,” ungkap Rusdi.
Dimana transaksi yang dimaksud berjumlah 43 transaksi dan dicairkan oleh koperasi solai bersama yang mendapatkan dana hibah dari Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BLUBPDPKS).
“Jelas-jelas ada bukti yang tidak mengarah ke klien kami tetap diajukan Jaksa. Bukti baru yang kedua terkait adendum perjanjian antara tiga instansi yakni koperasi,BLUBPDPKS dan Perbankan, diperjanjian tersebut jelas siapa yang menggunakan bantuan, siapa yang dapat bantuan hingga siapa yang mengontrol terhadap penggunaan dana tersebut,” ujarnya.
Terkait pertimbangan majelis hakim tingkat kasasi yang menyatakan kliennya tidak melakukan fungsi kontrol itu tidak benar,alasannya memang itu bukan kewenangannya. Dimana Fungsi kontrol langsung dari BLUBPDKS dibawah kementerian keuangan melakukan verifikasi hingga pencairan oleh pihak perbankan dan penggunaan pihak koperasi.
“Disitu jelas tidak ada kewenangan klien kami terkait penggunaan dana tersebut. Untuk progres di sekitar tahun 2021 pekerjaan tersebut 93 persen dan memang belum selesai. Dari situ sebenarnya tidak bisa langsung dinyatakan ada temuan, karena belum ada surat keputusan BLUBPDKS ataupun pihak terkait ini hanya masih sebatas progres,” tegasnya.
Rusdi juga menerangkan hal tersebut tertera berdasarkan keputusan Dirjen Perkebunan Nomor : 29/KPTS/KB.120/3/2017 tentang pedoman peremajaan tanaman kelapa sawit pekebun,pengembangan sumber daya manusia dan bantuan sarana dan prasarana dalam kerangka pendanaan badan pengelola dana perkebunan kelapa sawit. Yang mana pada halaman 9 angka 5 menyebutkan terpidana/pemohon PK hanya berwenang untuk melakukan penilaian fisik kebun pada saat tanaman berumur 36-48 bulan dan dilakukan secara terpadu bersama pusat, BPDPKS dan Perbankan.
“Disitu juga jelas bahwa untuk memastikan kebun dibangun sesuai standar teknis maka dilakukan penilaian fisik kebun pada saat tanaman berumur 36-48 bulan. Jadi sebenarnya belum waktunya dilakukan pemeriksaan dikarenakan tidak ada satu dokumen menunjukan pekerjaan tersebut selesai,” terangnya.
Bahkan bukti baru kita terkait bibit yang memang bersertifikat. Dan ia menegaskan proyek ini bukan barang dan jasa melainkan swakelola dimana tidak ada lelang hingga penunjukan. “intinya bibitnya bersertifikat, ini proyek bukan barang dan jasa melainkan swakelola,” pungkasnya.
Sebelumnya, Dalam dakwaan JPU, Pemerintah Kabupaten Barito Utara mendapat bantuan dana hibah dari Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BLUBPDPKS) untuk kegiatan Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) pada tahun 2018.
Kegiatan tersebut merupakan program nasional untuk membantu pekebun rakyat memperbaharui perkebunan kelapa sawit mereka dengan kelapa sawit yang lebih berkelanjutan dan berkualitas, dan mengurangi risiko pembukaan lahan ilegal.
Dalam pelaksanaannya kegiatan PSR BLUBPDPKS bersumber dari Dana iuran komoditas ekspor CPO oleh Kementerian Keuangan melalui BLUBPDPKS tahun 2019 hingga 2021. Melalui PSR, produktivitas lahan milik pekebun rakyat diharap dapat meningkat tanpa melalui pembukaan lahan baru. Peremajaan tanaman kelapa sawit harus menggunakan benih unggul dan bersertifikat.
Namun dalam pelaksanaan proyek tersebut, pihak Kejaksaan Negeri Barito Utara menyatakan dalam proyek tahun 2019 hingga 2021 tersebut terdapat temuan seperti masalah sertifikasi bibit kelapa sawit dan lahan yang tidak tergarap.
Akibatnya, Setia Budi selaku Ketua Tim PSR Kabupaten Barito Utara bersama dengan Kusmen selaku Ketua Koperasi Solai Bersama dan Deden Nurwenda sebagai Direktur CV Graha Dutha Alam sebagai pelaksana pekerjaan, menjadi tersangka perkara korupsi.
Penulis : Ardi
Editor : Ika
Komentar