oleh

Kekerasan Terhadap Wartawan Masih Terjadi di 2019

-Nasional, Top News-1,748 views

JAKARTA – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat mencatat, pada 2019 kekerasan terhadap wartawan masih terjadi, baik yang dilakukan aparat negara, organisasi massa, maupun warga masyarakat. Kekerasan tersebut tidak hanya berupa fisik seperti penganiayaan atau pemukulan, tetapi juga teror.

Ketua Umum PWI Pusat Atal S Depari dalam catatan akhir tahun PWI, Sabtu (28/12/2019), mencontohkan masih terjadinya kekerasan terhadap wartawan. Di antaranya seorang wartawan di Aceh yang rumahnya dibakar orang tak dikenal, sebagian kantor PWI Aceh Tenggara, Provinsi Aceh, juga sempat dibakar, serta kantor redaksi sebuah harian di Bogor, Jawa Barat, diserbu simpatisan partai politik tertentu.

Baca Juga :  Sekda Mura Pimpin Rapat TEPRA

Menurutnya, penegakan hukum terkait kasus yang melibatkan wartawan juga belum sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan MoU antara Kapolri dan Ketua Dewan Pers Nomor 2/DP/MOU/2/2017-II-2017, yang ditandatangani pada 9 Februari 2017.

“Dalam Pasal 15 ayat 2 huruf C UU Pers, disebutkan Dewan Pers melaksanakan fungsi memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers. Pertimbangan atas pengaduan masyarakat sebagaimana dimaksud adalah yang berkaitan dengan hak jawab, hak koreksi, dan dengan pelanggaran terhadap kode etik,” ujarnya.

Bahkan dalam MoU Kapolri dan Ketua Dewan Pers di antaranya disebutkan, apabila ada dugaan terjadi tindak pidana yang berkaitan dengan pemberitaan Pers, maka penyelesaiannya mendahulukan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers sebelum menerapkan peraturan perundang-undangan lain.
Di samping itu, apabila Polri menerima laporan dan atau pengaduan masyarakat yang berkaitan dengan pemberitaan Pers, dalam proses penyelidikan dan penyidikan harus berkonsultasi dengan Dewan Pers.

Baca Juga :  Pelaksanaan Pilkada di Bartim Berjalan Sesuai Prokes

“Dalam praktiknya, penyelesaian sengketa pers tidak semuanya diproses sesuai UU Pers dan MoU tersebut. Di sejumlah daerah, polisi sebagai penerima pengaduan masyarakat atas pemberitaan, langsung memproses menggunakan UU non Pers, misalnya UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) maupun KUHP,” ungkapnya.

Baca Juga :  Tingkatkan Prokes dengan Budaya Leluhur, Hendra Lesmana Raih Anugerah Kebudayaan

Tidak itu saja, lanjut Atal, PWI mengimbau agar perusahaan pers tetap memperhatikan kesejahteraan wartawan. Meskipun secara bisnis hampir sebagian besar revenue industri pers dalam posisi menurun drastis, hak-hak karyawan (wartawan) sebagai pekerja secara normatif harus tetap dipenuhi.

PWI akan terus meningkatkan profesionalisme wartawan anggotanya dengan pelatihan dan meningkatkan kepatuhan terhadap Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan peraturan perundang-undangan yang terkait, serta pelatihan kompetensi teknis wartawan pada era konvergensi media. (red)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

BACA JUGA