PALANGKA RAYA, inikalteng.com – Maggot merupakan belatung pemakan sampah organik yang dapat menghasilkan berbagai produk sampingan bernilai ekonomis serta menjadi solusi pengelolaan sampah berbiaya murah. Salah satu permasalahan yang sering kali dihadapi dalam pengelolaan sebuah kota adalah meningkatnya volume sampah yang umumnya menjadi semakin kompleks seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk.
Di Kota Palangka Raya, umumnya sampah masih belum dikelola secara maksimal, sehingga dapat dilihat keberadaannya semakin menggunung di TPA (tempat pembuangan akhir). Tidak hanya berasal dari rumah tangga; sampah organik juga bersumber dari berbagai sektor industri seperti peternakan, perkebunan, pabrik, perhotelan, kuliner, dan pasar yang justru volumenya biasanya jauh lebih banyak.
Umumnya masyarakat Kota Palangka Raya memanfaatkan sampah organik sebagai pakan ternak seperti babi, ayam, bebek, dan lain-lain. Hal ini cukup berbahaya, karena dengan memakan sampah dapat menimbulkan penyakit pada ternak yang dapat menyebabkan ternak menjadi sakit, atau bahkan dapat menimbulkan penyakit pada manusia yang mengonsumsi daging ternak tersebut.
Permasalahan sampah organik ini mengundang keprihatinan dari Indonesia Social Justice Network (ISJN). Langkah nyata yang dilakukan ISJN untuk menanggulangi permasalahan sampah adalah dengan memberikan sosialisasi dan pelatihan budidaya maggot secara gratis.
Sebagai tindak lanjut, Indonesia Social Justice Network (ISJN) pada Sabtu (24/10/2022) di Komplek Universitas Palangka Raya (UPR), melaksanakan pelatihan budidaya maggot dengan narasumber dari Borneo Sustainable Farm (BSF).
Dalam pelatihan ini, sebanyak lima belas orang peserta diajarkan teori dan praktik tentang biokonversi sampah organik menggunakan maggot BSF, penggunaan maggot sebagai pakan alternatif untuk peternakan, dan pemanfaatan kotoran maggot sebagai pupuk organik.
ISJN sendiri merupakan organisasi yang bergerak di bidang pembelaan hak-hak kaum marginal, isu-isu kemanusiaan dan kesenjangan sosial. Sampah identik dengan kaum marginal, yang biasanya hidup dengan memanfaatkan keberadaan sampah. Sampah dapat membawa masalah, namun jika dikelola dengan bijak akan dapat menjadi berkah.
Mengumpulkan sampah dan membuangnya begitu saja ke TPA bukanlah solusi yang tepat, bahkan dapat menimbulkan berbagai masalah lebih lanjut. Penumpukan sampah yang dibiarkan begitu saja dapat menyebabkan pencemaran udara, air, dan tanah; merusak pemandangan dan estetika, bahkan mengundang kehadiran hama yang dapat menimbulkan penyakit.
Sebagai contoh di TPS Bantar Gebang, Bekasi, musibah yang memakan korban jiwa juga pernah terjadi akibat longsoran sampah yang menumpuk. Belum terbentuknya kedisiplinan masyarakat untuk memilah sampah membuat pengelolaan dan penanggulangan sampah menjadi semakin ruwet.
Padahal, jika telah dipilah-pilah berdasarkan jenis dan karakter bahannya, sampah akan lebih mudah untuk diolah lebih lanjut, sehingga dapat memberikan manfaat lanjutan, mengurangi potensi pencemaran yang dihasilkan, dan bahkan dapat menjadi sumber mata pencaharian alternatif bagi masyarakat.
Komentar