oleh

Mambang Tubil Kritisi Pernyataan Ricky Zulfauzan Terhadap Rektor UPR

PALANGKA RAYA, inikalteng.com – Ketua Harian Dewan Adat Dayak (DAD) Palangka Raya Mambang Tubil, mengkritisi pernyataan Ricky Zulfauzan di media masa, yang ditujukan kepada Rektor Universitas Palangka Raya (UPR) Dr Andrie Elia SE MSi.

Dia menilai pernyataan itu justru cenderung propokatif dan menjustice, karena seolah-olah telaahan hukum, namun tidak merupakan kapasitasnya untuk mempublikasikan kepada publik dan memberi penafsiran yang keliru terhadap penerapan hukum yang sebenarnya.

Dalam rilisnya yang disampaikan kepada awak media, Jumat (24/6/2022), Mambang
Tubil sebagai Pimpinan Lembaga Adat dan Praktisi Hukum, meminta Ricky Zulfauzan untuk tidak membuat opini yang menyudutkan dan menjustice seseorang. Apalagi terhadap Pimpinan UPR, sebagai salah satu perguruan tinggi negeri terbesar di Kalteng.

“Menurut kami, memang pernyataan itu suatu hal yang biasa sebagai bentuk kebebasan menyampaikan pendapat dan opini secara demokratis. Tapi berbagai persepsi, perbedaan pendapat, sudut pandang, serta kepentingan dapat dilakukan secara bermartabat dan menjunjung tinggi asas-asas Intelektualitas yang mengedepankan logika, integritas keilmuan, serta objektivitas dalam berpikir dan berpendapat tanpa bersikap tendensius atau mendiskreditkan pihak lain,” sebutnya.

Baca Juga :  Perbup Penegakan Disiplin Prokes Digodok

Terlebih, sambung Mambang Tubil, pernyataan tersebut dilontarkan terhadap tokoh yang dihormati secara luas, karena peran dan jasanya bagi perkembangan pembangunan keilmuan dan sumber daya manusia di Pulau Kalimantan.

Menurutnya bagi Lembaga Adat Dayak, Dr Andrie Elia SE MSi merupakan tokoh yang sangat dihormati, dan menjadi panutan yang mampu meningkat sumber daya UPR untuk bersaing dengan Universitas lain di Indonesia, sehingga tidak diragukan lagi komitmen untuk besama-sama membangun sumber daya manusia Dayak, agar dapat sejajar dengan komunitas-komunitas lain di NKRI.

“Sebagai sesama akademisi, kita seharusnya bisa menyelesaikan setiap persoalan dengan menjunjung tinggi integritas keilmuan. Di mana logika dan ilmu harus bersatu dengan kebijaksanaan, serta mengedepankan prinsip-prinsip musyawarah mufakat, sesuai dengan prinsip-prinsip Huma Betang yang menjadi filosofi luhur Bangsa Dayak di seluruh Pulau Kalimantan dan dunia,” ungkapnya.

Di sisi lain dia melihat manuver-manuver yang dibaca dalam pernyataan Ricky Zulfauzan, terlihat ada tendensi untuk menghancurkan karakter Dr Andrie Elia SE MSi, yang baginya tidak dapat diterima.

Baca Juga :  PLN Ranting Pegatan Perlu Pembenahan Fasilitas

“Bagi kami, politik kampus adalah Politik Ilmu Pengetahuan, dan bukan Politik Kekuasaan. Namun melihat apa yang terjadi terhadap saudara Dr Andrie Elia, kami menyimpulkan bahwa persoalan ini memiliki tendensi menjatuhkan reputasi yang bersangkutan di depan umum, atas nama peraturan dan perundang-undangan yang bukan merupakan kewenangannya, dan secara tidak bermartabat dengan tidak menegedepankan prinsip-prinsip musyawarah mufakat, untuk menyelesaikan setiap persoalan yang seharusnya dapat diselesaikan secara internal,” imbuhnya.

Tidak itu saja, Mambang Tubil menilai tudingan-tudingan yang sampaikan Ricky Zulfauzan kepada Andrie Elia, terindikasi fitnah dan bermuatan politis. Apalagi pernyataan Ricky Zukfauzan, dilakukan secara subjektif dengan menafsirkan peraturan-peraturan menurut sudut pandang dan tafsiran pribadi.

“Saya menilai, Dr Andrie Elia memahami posisi selaku seorang pimpinan atau Rektor yang berupaya untuk mengangkat institusi yang dipimpinnya agar menjadi maju dan sejajar dengan Institusi-Institusi Perguruan Tinggi lain di Indonesia. Dewan Adat Dayak meminta kepada saudara Ricky Zulfauzan untuk dapat lebih bijak dalam beropini, dan menarik kembali pernyataan-pernyataan yang secara eksplisit maupun implisit telah menjatuhkan martabat Tokoh Dayak yang kami hormati, serta meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat luas,” hardiknya.

Baca Juga :  Bupati dan Wakil Bupati Kotim Terpilih Resmi Dilantik

Pasalnya dia menginginkan suasana yang harmonis, dan jauh dari nuansa prasangka dan pertikaian sebagai sesama anak Borneo, yang hidup dalam prinsip-prinsip Huma Betang, Di Mana Bumi Dipijak Di Situ Langit Dijunjung, Belum Bahadat (Hidup Beradap), dan Kaum Beradat.

“Harapan kami sebagai Dewan Adat Dayak, jangan sampai sebagai akademisi yang mengemban tugas sebagai kelompok Intelektual, yang memiliki tanggung jawab untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, justru mempertontonkan ambisi dan kepentingan dengan menghalalkan segala cara yang tentu akan dibaca atau diakses oleh masyarakat luas dan mahasiswa, karena dipublikasikan di media massa,” tutup Mambang Tubil mengakhiri. (ka/red2)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

BACA JUGA