SAMPIT – Sengketa tanah kuburan lintas agama di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) yang saat ini tengah menjadi polemik, bakal berimbas menghambat pembangunan Mall Pelayanan Publik di eks Timezone, Sampit. Saat ini pembangunan mall tersebut masih berjalan.
“Kami minta Pemkab Kotim untuk serius menyelesaikan persoalan ini. Karena kuasa hukum yayasan agama dalam hal ini tidak mengada-ada,” ujar Rimbun, anggota Komisi I DPRD Kotim di Sampit, Jumat (7/2/2020).
Bahkan, lanjutnya, MoU (Nota Kesepakatan) antara tokoh Tionghua dan Pemkab Kotim, masih ada dengan pihak yayasan. Dalam MoU itu, sudah jelas bahwa lahan kuburan yang dulunya berada di Terminal Patih Rumbih dan eks Timezone yang saat ini dijadikan sebagai Mall Pelayanan Publik, ditukar guling dengan lahan di kilometer 6, Jalan Jenderal Sudirman Sampit. Lahan itu yang sekarang malah diklaim oleh PT Betang.
Permasalahan ini, ungkap Rimbun, sudah berlarut-larut sejak beberapa tahun lalu, dan juga sudah kerap kali muncul di sejumlah media massa. Bahkan Pemkab Kotim sudah pernah menurunkan timnya. Namun sayangnya, hanya sebatas itu saja, tidak ada tindak lanjutnya. Karena itu, jangan salahkan masyarakat jika mereka ingin mengambil kembali hak mereka.
“Saya sarankan kepada Pemkab Kotim, daripada nanti menghambat pembangunan Mall Pelayanan Publik, sebaiknya segera atasi persoalan ini sebagaimana mestinya. Siapa yang punya hak atas lahan kuburan itu,” ucap Rimbun.
Sementara itu, kuasa hukum yayasan, Sopianor SH MH mengatakan, pihaknya bersama sejumlah tokoh agama di Kotim terutama yang lahannya diklaim oleh PT Betang, tidak akan tinggal diam. Jika nanti setelah rapat di dewan, namun tidak jelas tindak lanjutnya, maka pihaknya akan mengambilalih kembali tanah di Terminal Patih Rumbih dan di Timezone.
“Dengan sangat terpaksa harus dikembalikan seperti sebelumnya jika Pemkab Kotim tidak memenuhi tuntutan yayasan. Memang yang kena klaim itu paling banyak adalah lahan kuburan punya Yayasan Tionghua dan agama Hindu. Yang jelas, kami akan tetap menuntut untuk diselesaikan,” tukas Sopianor.(red)
Komentar