Warga Bartim Ngeluruk ke Kantor Gubernur
PALANGKA RAYA – Puluhan warga Kecamatan Paju Epat, Kabupaten Barito Timur (Bartim) meminta Pemerintah Provinsi Kalteng dan Pemkab Bartim untuk mengambilalih pengelolaan jalan Raya Industri di Kabupaten Bartim. Sebab, jalan tersebut yang sudah puluhan tahun digunakan oleh masyarakat umum, kini diklaim PT Pertamina sebagai miliknya. Bahkan melalui perusahaan mitranya PT Patra Jasa, jalan tersebut sudah beberapa kali ditutup. Sehingga sangat mengganggu aktivitas ekonomi masyarakat dan berbagai kegiatan lainnya yang menggunakan akses tersebut.
Tuntutan itu disampaikan warga Bartim dalam dialog dengan Wakil Gubernur Kalteng Habib Said Ismail bin Yahya di Kantor Gubernur Kalteng di Palangka Raya, Kamis (14/11/2019) siang.
“Sejak tahun 1970 sampai sekarang, tidak pernah ada aktifitas PT Pertamina di jalan tersebut. Tiba-tiba sekarang mereka mengklaim jalan itu milik mereka dan membuat sertifikatnya, tanpa sepengetahuan kami sebagai pemilik lahan,” jelas M Kornelis, salah seorang perwakilan warga Paju Epat dalam pertemuan tersebut.
Sertifikat lahan itu, ungkapnya, dibuat oleh PT Pertamina pada tahun 2015-2017 setelah mendapat rekomendasi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Kalteng untuk diproses di BPN Bartim. Kemudian sejak tanggal 23 Juli 2019, PT Pertamina melalui PT Patra Jasa mengklaim jalan tersebut dengan 17 lembar sertifikat lahan seluas 78 hektar.
Padahal, sudah puluhan tahun sebelumnya jalan tersebut menjadi akses masyarakat umum. Kemudian, sejak tahun 2010 jalan itu dirawat oleh sebuah perusahaan pertambangan dan masyarakat sekitar.
Berbekal sertifikat itu, PT Pertamina melalui PT Patra Jasa menutup jalan tersebut untuk umum. Penutupan itu sudah beberapa kali dilakukan, dan tentu saja sangat mengganggu aktifitas perekonomian masyatakat.
“Akibat penutupan jalan itu, menyebabkan ekonomi masyarakat d isekitarnya lumpuh. Karena jalan itulah satu-satunya akses masyarakat. Bahkan sebanyak 14 perusahaan tambang yang semula menggunakan jalan itu, kini hanya timggal satu perusahaan saja yang masih aktif,” jelas Kornelis, yang juga tokoh masyarakat Kecamatan Paju Epat.
Menurut dia, penguasaan lahan oleh PT Pertamina tersebut telah mencaplok lahan milik warga sekitar yang juga sudah bersertifikat tahun 1980, 1983 dan 1984.
“Karena itu, kita menuntut agar akses jalan tersebut tidak ditutup, dan Pertamina harus membayar ganti rugi atas lahan yang diklaimnya sesuai sertifikat milik mereka tersebut. Karena jalan tersebut lebarnya hanya 6 meter dan koridornya 2 meter dengan panjang 60 kilometer,” terang Kornelis.
Kalau permintaan warga ini tidak diakomodir oleh Pertamina, menurut Kornelis, pihaknya tidak mau bertanggung jawab jika nantinya terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Sementara itu, Wagub Kalteng Habib Said Ismail mengatakan, pihaknya akan berupaya mengambil kebijakan untuk kepentingan bersama. Karena pada lahan yang dibuat sertifikat oleh Pertamina, ternyata ada sertifikat kepemilikan pijak lainnya (tumpang tindih).
“Untuk meneliti keabsahan sertifikat tersebut, kita serahkan ke lembaga penegak hukum,” kata Habib Said Ismail didamping Kadis Perhubungan Provinsi Kalteng Ati Maryati.
Dalam hal ini, menurut Wagub, Pemprov Kalteng tidak berpihak kepada siapapun, baik kepada pihak PT Pertamina selaku BUMN, PT Patra Jasa, PT SEM, PT Sirimau ataupun perusahaan lainnya. Yang jelas, Pemprov Kalteng menginginkan agar masyarakat aman, tentram dan kondusif.
“Jangan sampai terjadi konflik sosial di tengah-tengah masyarakat. Kita tahu, dulu pernah terjadi konflik di lokasi yang sama dan ada korban. Mudahan-mudahan permasalahan ini bisa kita selesaikan secara cepat, tepat dan tidak merugikan pihak manapun,” harap Wagub Kalteng.(red)
Komentar