SAMPIT, inikalteng.com – Warga Desa Sebabi, Kecamatan Telawang, Kotawaringin Timur (Kotim) meminta agar Pemkab Kotim menindak tegas PT Sukajadi Sawit Mekar (SSM) yang sengaja menanam kelapa sawit di sempadan (tepi) sungai di wilayah desa setempat. Mengingat, lokasi penanaman sawit itu bertentangan dengan aturan, dan masyarakat lokal banyak bergantung hidup dari sungai tersebut.
Persoalan ini disampaikan warga Sebabi dalam rapat dengar pendapat (RDP) di ruang rapat DPRD Kotim di Sampit, yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPRD Kotim H Hairis Salamad didampingi anggotanya Rimbun, Selasa (7/2/2023).
“Kami masyarakat Desa Sebabi juga meminta penjelasan secara tegas tentang hak dan kewenangan kami masyarakat Desa Sebabi. Kami akan mengelola, merawat, dan memanfaatkan sungai serta segala yang ada di sempadan sungai, termasuk hak ulayat adat masyarakat,” kata Ejeng selaku perwakilan warga Sebabi.
Dalam RDP yang juga dihadiri ratusan warga Sebabi ini, Ejeng menegaskan bahwa masyarakat Desa Sebabi mendorong Pemkab Kotim untuk menindak tegas pihak perusahaan PT SSM yang melakukan pelanggaran dengan menanam tanaman sawit di area tepi sungai.
“Dari sejak nenek moyang kami dulu, hidup dengan cara memanfaatkan sungai dan sempadannya untuk bertahan hidup. Salah satu bukti yang masih ada sampai sekarang adalah kuburan atau sandung dan sapundu yang terdapat di beberapa sungai, walaupun bentuk dan rupanya tidak utuh lagi karena termakan waktu dan zaman. Tetapi itu semua bukti kuat kalau sungai dan sempadannya adalah hak ulayat adat kami selaku masyarakat,” tegas Ejeng.
Sementara itu, Kepala DLH Kotim, Machmoer menyebutkan, persoalan penanaman sawit di sempadan sungai ini sejatinya sudah pernah dimediasi oleh Pemkab Kotim. Saat itu, PT SSM mengakui bahwa mereka menanam di sempadan sungai tersebut, walaupun itu masuk dalam areal Hak Guna Usaha (HGU) PT SSM sendiri. Penanaman itu dilakukan pada tahun 2006, saat itu PT SSM menyatakan sebagai keterlanjuran. Sehingga mereka menjadikan areal itu sebagai lahan konservasi milik PT SSM. Alhasil, dengan begitu tidak ada satu pihakpun yang bisa mengambil dan mengelola tanaman sawit di sempadan tersebut. Sebab jika dikelola, dikhawatirkan akan mempengaruhi kualitas air dan lainnya di sungai tersebut.
“Saran kami untuk masalah ini adalah kembalikan ke areal konservasi seutuhnya, biarkan tanaman sawit itu mati sendiri, jangan dikelola sama sekali. Selain itu, perusahaan wajib menanam pohon penghijauan sebagaimana yang sudah diatur dalam ketentuan,” kata Machmoer.
Manager PT SSM Susanto Fitriadi mengungkapkan, pihaknya selama ini memang tidak ada lagi mengelola areal itu, dan perusahaan sudah menjadikan areal sempadan sungai tersebut ini sebagai kawasan konservasi milik PT SSM, karena lokasinya masuk areal HGU PT SSM.
“Persoalan ini sebenarnya sudah berulangkali terjadi. Kami bersama pihak Kecamatan Telawang sudah berulang menjelaskan areal konservasi itu tidak bisa diganggu dan diotak-atik oleh siapapun, baik itu masyarakat dan juga pihak PT SSM sendiri,” jelas Susanto. (ya/red1)
Komentar